Penalaran dan Hukum Penyimpulan dalam Logika

Penalaran
Sebagaimana telah diketahui bahwa proses berpikir bertolak dari pengamatan indera atau observasi empiris. Proses ini dalam pikiran menghasilkan sejumlah konsep, dan sejumlah proposisi, contoh:
a.              Logam 1 dipanaskan memuai.
b.             Logam 2 dipanaskan memuai.
c.              Logam 3 dipanaskan memuai.
d.             Logam 4 dipanaskan memuai.
e.              Logam 5 dipanaskan memuai, dan seterusnya sampai logam ke-10.
Proses inilah yang disebut penalaran (Soekadijo, 1988) karena jika orang mengamati logam tersebut tentu berharap logam lain akan memuai juga. Jadi, penalaran adalah proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang sebelumnya tidak diketahui.
Dalam penalaran yang dicontohkan di atas, proporsi yang menjadi dasar penyimpulan disebut antaseden atau premis. Sedangkan kesimpulannya disebut konklusi atau konsekuen. Dan diantara premis dan konklusi dalam penalaran ada hubungan tertentu yaang disebt konsekuensi.
Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif. Penalaran deduktif kadang disebut logika deduktif adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.
Contoh argumen deduktif:
  1. Setiap mamalia punya sebuah jantung
  2. Semua kuda adalah mamalia
  3. Setiap kuda punya sebuah jantung
 Penalaran induktif kadang disebut logika induktif—adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.


Contoh argumen induktif:
  1. Kuda Sumba punya sebuah jantung
  2. Kuda Australia punya sebuah jantung
  3. Kuda Amerika punya sebuah jantung
  4. Kuda Inggris punya sebuah jantung
  5. ...
  6. Setiap kuda punya sebuah jantung
Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran induktif dan deduktif.
Deduktif
Induktif
Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar
Jika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tak pasti benar.
Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.
Kesimpulan memuat informasi yang tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis.

Logika Formal
Beberapa hal yang harus dipenuhi untuk menemukan suatu kebenaran. Pertama, premis dalam penalaran harus benar dan yang kedua penyusunan proporsi yang dijadikan premis kemudian dijadikan dasar penyimpulan harus tepat susunannya.
Contoh penalaran yang salah penyusunannya:
Semua pegawai negeri adalah penerima gaji (benar).
Semua pegawai swasta adalah penerima gaji (benar).
Jadi pegawai negeri adalah pegawai swasta (salah).
Contoh penalaran yang benar penyusunannya:
Semua pencuri adalah penjahat (benar).
Amir adalah pencuri (benar).
Jadi Amir adalah penjahat (benar).
Dari penalaran kedua dapat dirumuskan:
            Semua A adalah C
            B adalah A
            Jadi B adalah C
Bentuk penalaran yang benar harus memperhatikan susunan proporsi yang menjadi premis, juga harus memperhaikan bentuk atau struktur proporsi yang tepat. Yang dimaksud susunan proporsi yang benar, ada kesesuaian antara subyek dan predikatnya. Sedangkan yang dimaksud bentuk atau struktur proporsi yang tepat adalah bentuk yang logis seperti yang terumuskan dalam rumus di atas.
 Hukum Penyimpulan
Hubungan kebenaran antara premis dan konklusi dalam penalaran sebagaimana dikemukakan Soekadijo (1988) dapat dirumuskan menjadi hukum-hukum sebagai berikut:
a.              Apabila premis benar maka konklusinya benar.
b.             Apabila konklusi salah maka premis dalam penalaran juga salah. Tetapi jika premis penalaran salah, belum tentu konklusinya salah.
Contoh:
Jin itu benda pisik (premis dapat salah).
Batu itu jin.
Jadi batu itu benda pisik (konklusi dapat benar).
c.              Apabila premis salah, konklusi dapat benar atau salah. Tetapi bila konklusi benar, belum tentu premisnya benar.
d.             Apabila konklusi benar, premis dapat benar dapat salah.

Comments