Kurikulum Pendidikan di Indonesia


Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. 
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
1.             Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
a)             Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya
b)             Garis-garis besar pengajaran.
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran, yang diutamakan: pendidikan watak
a)             Kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
b)             Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari.
c)             Perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2.             Rencana Pelajaran Terurai 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
3.             Kurikulum 1964
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan Pancawardhana, yaitu :
a)             Daya cipta
b)             Rasa
c)             Karsa
d)            Karya
e)             Moral
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi:
a.              Moral
b.             Kecerdasan
c.              Emosional/artistik
d.             Keprigelan (keterampilan)
e.              Jasmaniah.
Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4.             Kurikulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
5.             Kurikulum 1975
a)             Latar Belakang Diberlakukanya Kurikulum 1975
Dalam Kata Pengantar Kurikulum 1975, Menteri Pendidikan Republik Indonesia pada waktu itu Sjarif Thajeb, menjelaskan tentang latar belakang ditetapkanya Kurikulum 1975 sebagai pedoman pelaksanaan pengajaran di sekolah. Penjelasan tersebut sebagai berikut :
1)            Sejak Tahun 1969 di Negara Indonesia telah banyak perubahan yang terjadi sebagai akibat lajunya pembangunan nasional, yang mempunyai dampak baru terhadap program pendidikan nasional. Hal-hal yang mempengaruhi program maupun kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan pembaharuan itu adalah :
Ø   Selama Pelita I, yang dimulai pada tahun 1969, telah banyak timbul gagasan baru tentang pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
Ø   Adanya kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan nasional yang digariskan dalam GBHN yang antara lain berbunyi : “Mengejar ketinggalan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mempercepat lajunya pembangunan.
Ø   Adanya hasil analisis dan penilaian pendidikan nasional oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaaan mendorong pemerintah untuk meninjau kebijaksanaan pendidikan nasional.
Ø   Adanya inovasi dalam sistem belajar-mengajar yang dianggap lebih efisien dan efektif yang telah memasuki dunia pendidikan Indonesia.
Ø   Keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan untuk meninjau system yang kini sedang berlaku.
2)            Pada Kurikulum 1968, hal-hal yang merupakan faktor kebijaksanaan pemerintah yang berkembang dalam rangka pembangunan nasional tersebut belum diperhitungkan, sehingga diperlukan peninjauan terhadap Kurikulum 1968 tersebut agar sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sedang membangun.
b)             Prinsip Pelaksanaan Kurikulum 1975
§    Berorientasi pada tujuan.
§    Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
§    Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
§    Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
§    Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
c)             Komponen Kurikulum 1975
v   Tujuan institusional baik SMP maupun SMA
Tujuan Institusional adalah tujuan yang hendak dicapai lembaga dalam melaksanakan program pendidikannya
v   Struktur program Kurikulum
Struktur program adalah kerangka umum program pengajaran yang akan diberikan pada tiap sekolah.
v   Garis-Garis Besar Program Pengajaran
Sesuai dengan namanya, Garis-Garis Besar Program Pengajaran, pada bagian ini dimuat hal-hal yang berhubungan dengan program pengajaran, yaitu :
a.              Tujuan Kurikuler, yaitu tujuan yang harus dicapai setelah mengikuti program pengajaran yang bersangkutan selama masa pendidikan.
b.             Tujuan Instruksional Umum, yaitu tujuan yang hendak dicapai dalam setiap satuan pelajaran baik dalam satu semester maupun satu tahun.
c.              Pokok bahasan yang harus dikembangkan untuk dijadikan bahan pelajaran bagi para siswa agar mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
d.             Urutan penyampaian bahan pelajaran dari tahun pelajaran satu ke tahun pelajaran berikutnya dan dari semester satu ke semester berikutnya.
v   Sistem Penyajian dengan Pendekatan PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Sistem PPSI ini berpandangan bahwa proses belajar-mengajar sebagai suatu sistem yang senantiasa diarahkan pada pencapaian tujuan. Sistem pembelajaran dengan pendekatan sistem instruksional inilah yang merupakan pembaharuan dalam system pengajaran di Indonesia.
v   Sistem Penilaian
Dengan melaksanakan PPSI, penilaian diberikan pada setiap akhir pelajaran atau pada akhir satuan pelajaran tertentu. Inilah yang membedakan dengan kurikulum sebelumnya yang memberikan penilaian pada akhir semester atau akhir tahun saja.
v   Sistem Bimbingan dan Penyuluhan
Setiap siswa memiliki tingkat kecepatan belajar yang tidak sama. Di samping itu mereka mereka memerlukan pengarahan yang akan mengembagkan mereka menjadi manusia yang mampu meraih masa depan yang lebih baik. Dalam kaitan ini maka perlu adanya bimbingan dan penyuluhan bagi para siswa dalam meniti hidupnya meraih masa depan yang diharapkanya.
v   Supervisi dan Administrasi
Sebagai suat lembaga pendidikan memerlukan pengelolaan yang terarah, baik yang digunakan oleh para guru, administrator sekolah, maupun para pengamat sekolah. Bagaimana teknik supervisi dan administrasi sekolah ini dapat dipelajari pada Pedoman pelaksanaan kurikulum tentang supervise dan administrasi.
Ketujuh unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang mewarnai Kurikulum 1975 sebagai suatu sistem pengajaran.
6.             Kurikulum 1984
a)             Latar Belakang Diberlakukanya Kurikulum 1984
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut:
Ø   Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
Ø   Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.
Ø   Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
Ø   Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
Ø   Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
Ø   Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
b)             Pokok Kurikulum 1984
1.             Ciri-ciri Kurikulum 1984
ü   Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
ü   Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
ü   Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
ü   Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
ü   Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
ü   Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar-mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.
2.             Kebijakan Dalam Penyusunan Kurikulum 1984
a.              Adanya perubahan dalam perangkat mata pelajaran inti
Kalau pada Kurikulum 1975 terdapat delapan pelajaran inti, pada Kurikulum 1984 terdapat enam belas mata pelajaran inti. Mata pelajaran yang termasuk kelompok inti tersebut adalah : Agama, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia, Geografi Indonesia, Geografi Dunia, Ekonomi, Kimia, Fisika, Biologi, Matematika, Bahasa Inggris, Kesenian, Keterampilan, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Sejarah Dunia dan Nasional.
b.             Penambahan mata pelajaran pilihan yang sesuai dengan jurusan masing-masing.
c.              Perubahan program jurusan
Kalau semula pada Kurikulum 1975 terdapat 3 jurusan di SMA, yaitu IPA, IPS, Bahasa, maka dalam Kurikulum 1984 jurusan dinyatakan dalam program A dan B.
Program A terdiri dari :
i.               A1, penekanan pada mata pelajaran Fisika
ii.             A2, penekanan pada mata pelajaran Biologi
iii.           A3, penekanan pada mata pelajaran Ekonomi
iv.           A4, penekanan pada mata pelajaran Bahasa dan Budaya
Sedangkan program B adalah program yang mengarah kepada keterampilan kejuruan yang akan dapat menerjunkan siswa langsung berkecimpung di masyarakat. Tetapi mengngat program B memerlukan sarana sekolah yang cukup maka program ini untuk sementara ditiadakan.
d.             Pentahapan waktu pelaksanaan
Kurikulum 1984 dilaksanakan secara bertahap dari kelas I SMA berturut tahun berikutnya di kelas yang lebih tinggi.
7.             Kurikulum 1994
a)             Latar Belakang Diberlakukanya Kurikulum 1994
-                Bahwa sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-Undang.
-                Bahwa untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan, diperlukan peningkatan dan penyempurnaan pentelenggaraan pendidikan nasional, yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, perkembangan masyarakat, serta kebutuhan pembangunan.
-                Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional maka Kurikulum Sekolah Menengah Umum perlu disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan tersebut.
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
b)             Pokok Kurikulum 1994
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
-                Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
-                Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
-                Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
-                Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
-                Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
-                Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
-                Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
·               Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
·               Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
*            Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
*            Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
*            Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
*            Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
*            Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikan dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
8.             Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) – Tahun 2002 dan 2004
Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soejadi (1994:36), khususnya dalam mata pelajaran matematika mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di jenjang persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum.
Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Sehingga dikembangkan kurikulum baru yang diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Menurut Mulyasa (2006:39) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang, maka pendidikan di sekolah dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002:55). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut:
a.              Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
b.             Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
c.              Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
d.             Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
(Puskur, 2002:56).
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada:
(1)   Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan
(2)   Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.
Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
a.       Pemilihan kompetensi yang sesuai.
b.      Spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi.
c.       Pengembangan sistem pembelajaran.
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a)      Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
b)      Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
c)       Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
d)      Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
e)       Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
9.             Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum terbaru yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006.
Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2006 pasal 1 ayat 15, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Jadi, penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Disamping itu, pengembangan KTSP harus disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta peserta didik.
Terdapat beberapa tujuan mengapa pemerintah memberlakukan KTSP pada setiap jenjang pendidikan. Tujuan tersebut dijabarkan sebagai berikut :
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah :
-                 Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
-                 Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
-                 Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
Mulyasa (2006: 22-23)
Adapun prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagaimana dikutip dari Mulyasa (2006: 151-153) adalah sebagai berikut :
a.       Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya.
Pengembangan kurikulum didasarkan atas prinsip bahwa peserta didik adalah sentral proses pendidikan agar menjadi manusia yang bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, serta warga negara yang demokratis sehingga perlu disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan lingkungan peserta didik.
b.      Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman peserta didik, kondisi daerah dengan tidak membedakan agama, suku, budaya, adat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu.
c.        Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis.
d.      Relevan dengan kebutuhan.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan relevansi pendidikan tersebut dengan kebutuhan hidup dan dunia kerja.
e.       Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
f.       Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
g.      Seimbang antara kepentingan global, nasional, dan lokal.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan global, nasional, dan lokal untuk membangun kehidupan masyarakat.
Menurut Mulyasa (2006: 153-167), terdapat tujuh strategi yang perlu diperhatikan dalam pengembangan KTSP di sekolah. Strategi-strategi tersebut diuraikan sebagai berikut :
a)      Sosialisasi KTSP di sekolah
Sosialisasi KTSP terhadap seluruh warga sekolah bahkan terhadap masyarakat dan orang tua peserta didik dapat meningkatkan pengenalan dan pemahaman warga sekolah terhadap visi dan misi sekolah, serta KTSP yang akan dikembangkan. Hal ini bertujuan agar KTSP dapat dilaksanakan secara optimal serta warga sekolah, masyarakat, dan orang tua merasa memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan KTSP.
b)      Menciptakan suasana yang kondusif
Lingkungan sekolah yang aman, nyaman, tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari warga sekolah, serta adanya kegiatan-kegiatan yang terpusat pada diri peserta didik merupakan iklim yang dapat membangkitkan nafsu, gairah, dan semangat belajar.

Comments