BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap
orang pasti membutuhkan hiburan, salah satu hiburan tersebut adalah dengan
menonton televisi. Seorang anak khususnya dapat menghabiskan waktu lebih lama
untuk menonton televisi daripada untuk belajar. Hal ini menunjukkan bahwa anak
lebih banyak mengetahui apa yang dilihatnya melalui televisi dan besar
kemungkinan untuk ditirunya. Baik itu tontonan berupa kartun, sinetron, iklan,
film, dan berbagai jenis lainnya.
Televisi
merupakan media massa elektronik yang mampu menyebarkan berita secara cepat dan
memiliki kemampuan mengakses informasi dan mencapai khalayak yang tak terhingga
dalam waktu yang bersamaan. Tidak dipungkiri jika televisi juga banyak
memberikan manfaat seperti memperoleh informasi terbaru yang terjadi di
Indonesia bahkan di dunia. Akan tetapi, acara televisi akhir-akhir ini lebih
banyak membawa pengaruh negatif terhadap kepribadian anak. Misalnya, seperti
adegan kekerasan dalam sinetron yang sering dilihat anak dapat menyebabkan anak
tersebut menirukan dalam kesehariannya.
Oleh
karena itu, penyusun memilih judul Pengaruh Tontonan terhadap Perkembangan
Kepribadian Anak, karena menarik perhatian penulis untuk dicermati lebih lanjut
lagi seiring dengan kemajuan teknologi saat ini agar orang tua lebih hati-hati.
B.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah:
1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan televisi,
anak, kepribadian, dan karakter.
2.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan kepribadian.
3.
Mengetahui peranan televisi terhadap
kepribadian anak.
4.
Mengetahui pengaruh tontonan terhadap
kepibadian anak.
5.
Memenuhi penilaian akhir mata kuliah
Pengembangan Pembelajaran PKn SD.
C.
Metode
Penulisan
Adapun
metode penulisan dalam membuat makalah ini berasal dari berbagai sumber, yaitu:
1.
Buku Sumber
2.
Internet
BAB
II
PERMASALAHAN
Data penelitian
Undip-YPMA-UNICEF menemukan bahwa televisi menjadi kegiatan paling favorit bagi
anak sepulang sekolah. Penelitian YPMA 2006 menemukan bahwa anak menghabiskan 7
jam sehari untuk mengkonsumsi media, mulai dari televisi, komputer, videogame,
dan sebagainya. Angka ini hampir serupa dengan penelitian di Amerika Serikat
bahwa anak di negara tersebut menghabiskan waktu 6.5 jam/hari menggunakan
media. Data dari berbagai sumber memperlihatkan hasil yang konsisten: durasi
menonton televisi yang tinggi pada anak.
Pada tahun 2002 anak-anak di
Jakarta menonton TV selama 30-35 jam. Dalam penelitian YPMA tahun 2006, angka
itu meningkat menjadi sekitar 35-40 jam seminggu. Anak menonton TV rata-rata
selama 3,5 jam per hari pada hari biasa dan 5 jam per hari pada saat libur.
Bila dibandingkan dengan lamanya anak bersekolah selama setahun, maka
didapatkan angka sekitar 1.600 jam untuk menonton TV dan sekitar 800 jam untuk
belajar di sekolah dasar negeri di Jakarta. Penelitian bersama
Undip-YPMA-UNICEF tahun 2008 menemukan bahwa mayoritas anak-anak yang diteliti
mengaku menghabiskan 3-5 jam pada hari kerja, dan 4-6 jam pada hari libur untuk
menonton TV, bahkan beberapa secara ekstrim mengakui bahwa mereka menonton 16
jam pada hari libur. Dari data di atas terlihat bahwa anak menonton di atas
batas waktu yang ditoleransi para ahli (maksimal 2 jam per hari). Bahkan, ada
anak yang dapat dikatakan cukup ekstrem menghabiskan waktunya di depan TV,
yakni sekitar 8 jam (dalam kategori 7-8 jam dan lebih dari 8 jam). Artinya,
dalam aktivitas sehari-hari, sepertiga waktu anak tersebut tersita oleh TV
(YPMA, 2009).
Data Nielsen Media Januari-Maret
2008 menemukan bahwa anak menonton TV rata-rata 3 jam per hari.Dari total
penonton televisi, 21% adalah anak usia 5-14 tahun.Jumlah anak yang menonton
pada pagi hari (06.00-10.00) dan siang-malam hari (12.00-21.00) lebih banyak
dari kelompok umur lainnya. Pada pagi hari sebagian besar anak menonton
sendirian sementara pada siang hingga malam hari mereka akan menonton dengan
ibu mereka berbagai tayangan yang tidak ditujukan untuk anak, misalnya :
Stardut, Cinta Bunga, Azizah, Supermama, dan Cahaya. Sunarto (2007) menemukan
bahwa sinetron di televisi banyak memperlihatkan adegan anak dipukul,
ditendang, atau dicaci-maki oleh ibu tiri atau temannya. Membunuh, menembak,
melukai musuhnya merupakan aksi yang harus dilakukan oleh jagoan dalam program
televisi. Sayangnya, kekerasan fisik dan psikologis juga dapat ditemukan dalam
sebagian besar program kartun, program yang sangat identik dengan anak. Temuan
tersebut sejalan dengan temuan The National Television Violence Survey bahwa
100% film kartun di AS periode 1937-1999 berisi kekerasan.
Hendriyani dkk [2011]
menemukan bahwa dalam satu hari tersedia lebih dari 7 jam acara anak, mulai
dari pukul 4.30 pagi sampai 8.30 malam hari. Porsi program import sebanyak
71,4%; mayoritas adalah program kartun/animasi.
Salah satu program yang paling populer di
tahun 2008 adalah Naruto. Bukan hanya perlengkapan dan marchendise ala Naruto
yang diincar, namun juga sering tampak anak-anak yang melakukan imitasi
terhadap apa yang dilihatnya di layar kaca. Dorongan mengimitasi tayangan ini
semakin tinggi seiring dengan tingginya frekuensi penayangan Naruto (satu
kali/minggu di Indosiar dan setiap hari di Global TV). Terkait dengan imitasi
Naruto tersebut, mengakibatkan jatuhnya korban di Semarang pertengahan Januari
2008. Revino (10 tahun), seorang anak pendiam kelas 4 SD, ditemukan tewas
tergantung di kamar tidurnya (Jawa Pos Dotcom 17 Januari 2008).
Kisah korban acara televisi
juga terjadi pada tahun 2006 saat acara Smackdown mengakibatkan korban
meninggal dan luka-luka. Data yang berhasil dikumpulkan adalah sebagai berikut:
Reza Ikhsan Fadillah (9), Bandung (meninggal 16 November 2006). I Made Adi S.
Putra (8), Bali, meninggal. Angga Rakasiwi (11), luka-luka. Fayza Raviansyah
(4), Bandung, luka dan muntah darah. Ahmad Firdaus (9), Bandung, pingsan.
Nabila Amal (6), Bandung, patah tulang. Mar Yunani (9), Yogyakarta, gegar otak.
Yudhit Bedha Ganang (10), Jakarta Selatan, luka pada kepala dan kemaluan. Angga
Riawan (12), Sukabumi,luka-luka. Fuad Ayadi (9), Madura, luka-luka. M. Arif
(11), Jambi, luka-luka. M.Hardianto (11), Kendari, luka-luka. Fikro Haq (7),
Balikpapan, luka-luka (dari berbagai sumber). Bukan hanya itu, seorang anak
menjadi korban meninggal dunia karena menirukan adegan gantung diri yang
dilihatnya di TV. Agung Wibowo (kelas 3 SD di Pontianak) meninggal dunia
setelah bermain "mati-matian" bersama dengan kedua adiknya.
Pada tahun 2009, sebuah
acara bermuatan magic menjadi populer. Acara yang bernama The Master itu
merupakan sebuah kompetisi magic antara beberapa orang. Bentuknya mirip seperti
acara kompetisi menyanyi-ada juri dan peserta yang menunjukan bakatnya. Namun,
yang ditonjolkan di sini adalah ‘kesaktian' dari masing-masing peserta.
Akhir tahun lalu, seorang
anak laki-laki berusia 12 tahun telah kehilangan nyawanya. Ia ditemukan sang
ayah di dalam rumah dengan tubuh tergantung dan terikat. Menurut sang ayah,
anak laki-laki bernama Heri Setyawan itu adalah penggemar berat Limbad. Ia
gemar sekali menirukan aksi-aksi panggung Limbad. Pernah ia menusukan sejumlah
jaru ke tangannya, kemudian mempertonton-kannya kepada semua orang. Begitu
menggemari Limbad, anak yang dikenal sebagai pribadi sosial ini akhirnya
meregang nyawa. Kisah tragis lain ditemukan di Surabaya. Bermaksud mengikuti
aksi Limbad, idolanya, anak laki-laki bernama Asad Hidayat (9th) nekat menelan
sebuah cincin logam. Ketika diwawancarai oleh berbagai media, bocah yang masih
duduk di kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah ini mengatakan bahwa dirinya sengaja
menelan cincin karena sangat menggemari aksi panggung Limbad.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Televisi
Televisi adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang berfungsi sebagai penerima siaran gambar
bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom (hitam-putih) maupun berwarna. Kata "televisi" merupakan gabungan dari kata tele (τῆλε, "jauh") dari bahasa
Yunani dan visio ("penglihatan") dari bahasa
Latin, sehingga televisi dapat diartikan
sebagai “alat komunikasi jarak jauh yang menggunakan media visual/penglihatan.”[1]
Televisi sama halnya dengan media massa lainnya yang mudah
kita jumpai dan dimiliki oleh manusia dimana-mana, seperti media massa surat
kabar, radio, atau komputer. Televisi sebagai sarana penghubung yang dapat
memancarkan rekaman dari stasiun pemancar televisi kepada para penonton di
rumah, rekaman-rekaman tersebut dapat berupa pendidikan, berita, hiburan, dan
lain-lain.
Dewasa ini televisi dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan
dengan mudah dapat dijangkau melalui siaran dari udara ke udara dan dapat
dihubungkan melalui satelit. Apa yang kita saksikan pada layar televisi,
semuanya merupakan unsur gambar dan suara. Jadi ada dua unsur yang
melengkapinya yaitu unsur gambar dan unsur suara. Rekaman suara dengan gambar
yang dilakukan di stasiun televisi berubah menjadi getaran-getaran listrik,
getaran-getaran listrik ini diberikan pada pemancar, pemancar mengubah getaran
getaran-getaran listrik tersebut menjadi gelombang elektromagnetik, gelombang
elektromagnetik ini ditangkap oleh satelit. Melalui satelit inilah gelombang
elektromagnetik dipancarkan sehingga masyarakat dapat menyaksikan siaran
televisi.
B.
Pengertian
Anak
(1) Menurut keputusan
presiden no. 36 tahun 1990 anak adalah setiap manusia yang belum mencapai umur
18 tahun. (2) Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum
mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. (3) Menurut
John Lock, anak merupakan pribadi yang masih bersih dan peka terhadap
rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan.[2] Berdasarkan beberapa
pendapat mengenai pengertian dari anak, maka dapat diberikan kesimpulan bahwa
anak adalah seseorang yang belum dewasa atau belum mengalami pubertas dimana
kepribadian orang itu masih peka terhadap rangsangan dari lingkungan sekitarnya
dan peranan bantuan dari orang tua lebih dominan.
C.
Pengertian
Kepribadian
(1)
Menurut Alder,
kepribadian adalah gaya hidup dari individu atau carayang khas dari individu
tersebut dalam memberikan respon terhadap masalah-masalah yang dihadapi dalam
hidup. (2) Menurut Gordon W Allport, kepribadian adalah suatu organisasi yang
dinamis dari sistem psiko-fisik individu yang menetukan tingkah laku dan
pemikiran Individu secara khas. (3) Menurut Yinger, kepribadian adalah
keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan system kecenderungan tertentu
yang berinteraksi dengan serangkaian instruksi. Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat ditarik
kesimpulan pengertian kepribadian adalah keseluruhan
cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain.
D.
Tujuan
dan Fungsi Televisi
Dari penjelasan mengenai
televisi pada pemaparan sebelumnya dapat kita ketahui sesuai dengan undang-undang penyiaran nomor 24 tahun 1997, BAB II pasal
4, bahwa penyiaran bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap mental
masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, dan membangun masyarakat adil dan
makmur.[3] Jadi tujuan secara umum adanya televisi di Indonesia
sudah diatur dalam undang-undang penyiaran ini. Sedangkan tujuan secara
khususnya dimiliki oleh stasiun televisi yang bersangkutan, contohnya TVRI
“Menjalin Persatuan dan Kesatuan”.
Berdasarkan uraian tersebut,
penulis dapat mengklasifikasikan tujuan adanya televisi secara umum adalah:
1. Menumbuhkan dan mengembangkan mental masyarakat Indonesia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2. Memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, dan
3. Mengembangkan masyarakat adil dan makmur
Pada
dasarnya televisi sebagai alat atau media massa elektronik yang dipergunakan
oleh pemilik atau pemanfaat untuk memperoleh sejumlah informasi, hiburan,
pendidikan dan sebagainya. Sesuai dengan Undang-Undang penyiaran nomor 24 tahun
1997, BAB II pasal 5 berbunyi “Penyiaran mempunyai fungsi sebagai media informasi
dan penerangan, pendidikan dan hiburan, yang memperkuat ideology, politik,
ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan.” Banyak acara yang
disajikan oleh stasiun televisi di antaranya, mengenai sajian kebudayaan bangsa
Indonesia, sehingga hal ini dapat menarik minat penontonnya untuk lebih
mencintai kebudayaan bangsa sendiri, sebagai salah satu warisan bangsa yang
perlu dilestarikan.
Dari uraian
mengenai fungsi televisi secara umum menurut Undang-Undang penyiaran, dapat penulis
deskripsikan bahwa fungsi televisi sangat baik karena memiliki fungsi sebagai
berikut:
1. Media informasi dan penerangan
2. Media pendidikan dan hiburan
3. Media untuk memperkuat ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya
4. Media pertahanan dan keamanan
E.
Pengaruh
Acara Televisi terhadap Kepribadian Anak
Fungsi utama televisi
adalah untuk menghibur dan memberikan
informasi, tetapi tidak berarti fungsi mendidik dan membujuk dapat
diabaikan. Fungsi non hiburan dan non informasi harus tetap ada karena sama
pentingnya bagi keperluan kedua pihak, komunikator dan komunikan.
Pengaruh positif
televisi adalah televisi dapat menyediakan program pendidikan untuk anak usia sekolah, menambah kreativitas
dan pengetahuan anak namun disisi lain televisi juga memiliki pengaruh negatif
terhadap aktivitas fisik seperti perilaku merokok, perilaku agresif, tingkah
laku, pengguna alkohol dan obat terlarang, hubungan seksual bebas, pola makan
yang salah, obesitas, serta penurunan prestasi akademik terutama apabila ada televisi di kamar anak.
Menonton televisi dapat menurunkan prestasi akademik anak usia sekolah. Hal ini
disebabkan karena:
(1)
Mengurangi semangat belajar karena bahasa televisi yang sederhana
dan memikat sehingga sangat mungkin anak
menjadi malas belajar.
(2)
Menonton televisi menyebabkan berkurangnya waktu untuk membaca dan
mengikuti kegiatan di sekolah.
(3)
Lama menonton televisi juga sangat menentukan, dimana biasanya
anak menghabiskan waktu 3 sampai 5 jam
sehari untuk menonton televisi.
(4)
Beberapa penelitian menyatakan ada hubungan antara rendahnya
minat baca dan kemampuan membaca
terhadap pertambahan waktu menonton televisi, terutama pada anak laki-laki.
Namun hal ini tidak bermakna pada anak
yang mempunyai IQ yang lebih tinggi dari normal. Namun pada anak penggemar berat televisi (menonton televisi lebih dari 5 jam
sehari).
(5)
Meskipun memiliki IQ normal ataupun lebih tinggi tetap saja
dijumpai kemampuan membaca yang lebih
jelek. 17 Penelitian lain pada anak sekolah
menengah juga dijumpai prestasi akademik jelek yang berhubungan dengan
bertambahnya waktu menonton televisi.
(6)
Menonton televisi juga mempengaruhi kebiasaan belajar anak dan
tingkah laku di sekolah. Film kartun seperti sesame street menyebabkan
perhatian anak di kelas berkurang terhadap pelajaran terutama perhatian
pada gurunya.
Pada penelitian lain
menonton televisi pada masa kanak-kanak (usia 3
sampai 5 tahun) juga berhubungan dengan masalah memusatkan perhatian pada masa remaja (12 sampai 15
tahun) disebabkan konsentrasi berkurang,
tidak perhatian dengan ucapan guru kelas, pikiran mudah terpecah saat ingin
berkonsentrasi.[4] Menonton televisi dapat mengganggu pola tidur
yang akhirnya dapat menurunkan kemampuan memori verbal anak. Usia anak saat
mulai menonton televisi. Berkurangnya minat baca anak terutama pada anak
sekolah dasar sangat penting diperhatikan karena periode ini adalah tahap awal
mereka belajar membaca. Sedangkan untuk
tahun berikutnya dimana seharusnya anak lebih sering belajar membaca justru mereka habiskan untuk menonton televisi.
Permasalahan lain yang
timbul adalah ketika anak menonton kartun bisu seperti Shaun the Sheep,
Bernard, Vicky & Johnny, Oscar, dan lain sebagainya secara berulang dan
terus-menerus juga dapat mempengaruhi kepribadian anak. Kepribadian merupakan
susunan sistem-sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan
penyesuaian yang unik terhadap lingkungan. Sistem psikofisik yang dimaksud
meliputi kebiasaan, sikap, tata nilai,
keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang
bersifat psikologis. Karakter/tokoh dalam film kartun bisu memiliki sifat atau
kebiasaan serta perilaku tertentu, jika ditonton berulang maka sifat atau perilaku
tersebut yang akan ditiru oleh anak. Maka dampak paling nyata (observable) film
kartun bisu terhadap kepribadian anak adalah perilaku enggan berbicara pada
anak.
Perlu diketahui oleh
para orang tua adalah masa perkembangan kognisi anak. Usia 1-5 tahun merupakan
stadium pra-operasional perkembangan kognisi anak atau masa emas dalam
membentuk kecerdasan anak. Stadium ini merupakan saat pertama anak menguasai bahasa
yang sistematis, mengenal arti simbolis dan perilaku imitasi awal yang
membentuk mental anak. Sehingga pada usia ini, anak memerlukan pengembangan
kemampuan berbahasa dan penggunaan kata-kata yang benar serta mengekspresikan
kalimat-kalimat pendek namun efektif. Selain itu anak pada usia ini mulai
mengembangkan sikap differred-imitation sehingga mudah sekali meniru
perilaku/karakter yang dilihatnya. Social learning theory menjelaskan bahwa
perilaku individu merupakan hasil dari proses belajar dariperilaku individu
lain, maka perilaku seorang individu (anak) merupakan imitasi dari perilaku
individu lain (karakter/tokoh kartun) yang dilihatnya.
Bayangkan jika yang anak
pada usia 1-5 tahun menonton film kartun bisu, maka anak tidak dapat
mengembangakan kemampuan berbahasa (verbal) serta mereka akan dengan mudah mengimitasi
tokoh/karakter kartun bisu tersebut. Sebagai contoh: karakter pada film kartun Oscar’s
Oasis dan Bernard Bear yang memiliki karakter yang agresif ternyata dapat mendorong
perilaku agresif anak (observasi). Agresivitas merupakan suatu niat atau aktivitas
yang dapat menyakiti diri sendiri atau orang lain (Fishbein, 1984. The
Psychologyof Infacy and Childhood, New York), berupa aktivitas fisik maupun verbal.[5] Sikap agresif anak tercermin
dari perilaku yang bertentangan dengan orang lain atau melawan orangtua,
perilaku mendorong atau memukul, menuntut/mencoba memaksa untuk memiliki benda-benda
yang bukan miliknya. Perilaku inilah yang menjadi indikator bahwa proses pertumbuhan
pra-operasional kognitif sedang bermasalah.
Menurut
Effendy (1986: 122), “Pengaruh televisi tidak lepas dari pengaruh terhadap
aspek-aspek kehidupan pada umumnya. Bahwa televisi menimbulkan pengaruh
terhadap kehidupan masyarakat Indonesia, sudah banyak mengetahui dan
merasakannya, baik pengaruh positif ataupun negatifnya. Acara televisi pada
umumnya mempengaruhi sikap, pandangan persepsi, dan perasaan para penonton.
Sehingga mengakibatkan penonton terharu, terpesona, atau latah. Sebab salah
satu pengaruh psikologis televisi seakan-akan menghipnotis penonton sehingga
mereka seolah-olah hanyut dalam keterlibatan kisah atau peristiwa yang
disajikan televisi. Setiap orang akan senang jika menonton tayangan yang
disukainya di televisi”.
Acara
di televisi juga dapat mempengaruhi kecerdasan moral seorang anak. Misalkan
ketika melihat suatu adegan dalam sebuah sinetron. Anak melihat pemain sinetron
berperilaku kasar terhadap lawan bermainnya seperti memukul atau mencaci maki
dengan orang yang lebih tua. Ataupun sebaliknya, pemain sinetron berperilaku
baik seperti saling membantu terhadap sesama manusia, peduli terhadap orang
yang tidak mampu, maupun bertutur kata yang baik terhadap orang yang lebih tua.
Di sinilah kontrol diri seorang anak
akan teruji, apakah ia akan membuat keputusan untuk mengikuti perilaku yang
dilakukan pemain tersebut atau tidak.
F.
Solusi
agar Anak Tidak Terpengaruh Hal yang Negatif dari Acara di Televisi
Pendidikan keluarga sebagai
dasar pembentukan kepribadian anak. Peranan ayah dan ibu sangat menentukan bagi
faktor perkembangan kepribadian anak. Mereka yang bertanggung jawab seluruh
keluarga. Merekalah yang menentukan kondisi perkembangan anak, kemana keluarga
itu akan dibawa, warna apa yang diberikan kepada keluarga. Anak-anak sebelum
dapat bertanggung jawab sendiri, masih sangat menggantungkan orang tuanya.[6]
Orang tua mempunyai peranan
yang sangat penting, karakter dan kepribadian anak dipengaruhi oleh
lingkungannya, terutama dari orang tuanya. Setiap orang tua mempunyai tanggung
jawab untuk selalu mengawasi anaknya dan memperhatikan perkembangannnya. Oleh
sebab itu hal-hal sekecil apapun harus bisa diantisipasi oleh setiap orang tua
mengenai dampak positif dan negatif yang akan ditimbulkan. Sebenarnya, banyak dampak
yang diakibatkan oleh tontonan televisi. Beberapa hal yang dilakukan orang tua
adalah:
1. Memilih
acara yang sesuai dengan usia anak.
Jangan
biarkan anak-anak menonton acara yang tidak sesuai dengan usianya, walaupun ada
acara yang memang untuk anak-anak.
2. Mendampingi
anak menonton TV.
Tujuannya
adalah agar acara televisi yang mereka tonton selalu terkontrol dan orang tua
bisa memperhatikan acara yang layak atau yang tidak untuk ditonton. Sehingga
anak selalu dalam pengawasan orang tua.
3. Manfaatkan
waktu yang sedikit tersebut sekaligus sebagai sarana belajar anak.
Duduklah bersama anak dan diskusikan isi
tayangan pilihannya. Siapkan kegiatan alternatif pengganti agar anak tidak lagi
merengek dan kembali menonton televisi.
4. Mengajak
anak keluar rumah untuk menikmati alam dan lingkungan, bersosialisasi serta
positif dengan orang lain.
Sekali-kali
refreshing untuk menghilangkan kejenuhan akibat seringnya nonton televisi
dengan acara yang bisa meracuni pikiran anak. Mengajak anak mengenal lingkungan sekitar. Dengan itu
anak bisa belajar dari lingkungan dan bersosialisasi dengan orang lain.
5. Memperbanyak
membaca buku dan meletakkan buku ditempat yang mudah dijangkau anak-anak.
Kegiatan ini sangat
positif bagi anak-anak, karena dengan membaca buku anak-anak bisa mendapatkan
pengetahuan yang positif yang sangat bermanfaat untuk perkembangannya. Anak
menjadi cerdas dengan membaca buku daripada menonton acara televisi yang tidak
layak ditonton. Hal ini merupakan
alternatif lain yang membuat anak lupa dengan seringnya menonton televisi.
6. Memperbanyak
mendengarkan radio, memutar kaset-kaset atau mendengarkan musik sebagai
pengganti menonton televisi.
Hal ini sangat penting untuk dilakukan
karena dengan mendengarkan televisi, anak akan terlatih kemampuan mendengar.
Jika dibandingkan dengan menonton televisi hanya merangsang anak untuk
mengikuti alur cerita tanpa menganalisis lebih lanjut yang dilihat dan
didengar.
[1]
“Televisi,” http://id.wikipedia.org/wiki/Televisi
(akses 26 Mei 2012).
[2]
Derry Mayendra,”Pengaruh Tontonan terhadap Pembentukan Kepribadian Anak,” http://derrymayendra.blogspot.com/2011/07/pengaruh-tontonan-tehadap-pembentukan.html
(akses tanggal 26 Mei 2012).
[3]
Rani Yuliani,” Pengaruh Televisi terhadap Perkembangan Anak,” http://raniyuliandani.wordpress.com/2009/05/26/pengaruh-televisi-terhadap-perkembangan-anak/
(akses 26 Mei 2012)
[4]
Rani Yuliani, Ibid.
[5]
Satria,” Kartun Bisu Mempengaruhi Kemampuan Verbal anak,” http://ml.scribd.com/doc/69710259/Kartun-Bisu-Mempengaruhi-Kemampuan-Verbal-Anak-Usia-1
(akses 27 Mei 2012)
[6]
Agus Sujanto, et.al., Psikologi Kepribadian (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 1980), h. 56.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa televisi
sangat disukai oleh setiap orang, khususnya anak-anak. Acara di televisi
membawa pengaruh tersendiri bagi anak-anak. Televisi akan memberikan dampak
negatif terhadap kepribadian anak lebih besar daripada dampak positifnya seperti
menurunkan semangat anak untuk belajar, membuat ketagihan, menurunkan minat
baca, dan lain-lain. Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh
lingkungannya. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama
dari orang tuanya. Peranan orang tua dalam mengatasi dampak tersebut sangatlah
penting yaitu dalam mengawasi dan memeperhatikan perkembangannya.
B.
Saran
Orang
tua dapat membiming anaknya dalam menonton acara televisi dengan cara-cara
sebagai berikut:
1. Pilihlah
program acara televisi yang memang benar – benar bermanfaat bagi seluruh
keluarga.
2. Gunakan
televisi yang ada hanya sebagai media untuk mendapatkan informasi penting
seperti cerita.
3. Tentukan
dan bedakan waktu menonton televisi bagi anak – anak yang belum dan sudah
dewasa.
4. Batasi
waktu menonton televisi untuk anak – anak.
5. Alihkan
perhatian dan kegemaran anak – anak dalam keluarga dari kecanduan menyaksikan
seluruh acara televisi yang di sajikan di setiap harinya kepada bentuk – bentuk
kegiatan dan kesenangan baru yang positif seperti membaca dan mempelajari
Al-Qur’an dan Hadits, membaca koran, membaca buku dan lain sebagainya.
Disamping titu orang tua
harus bisa menjadi kontrol dagi pihak penyiar televisi untuk memberikan saran
ataupun kritikan tentang bahaya dampak negatif bagi pemirsanya. Peran
pemerintah dan industri penyiaran televisi agar mendesain ulang program siaran
yang sesuai dengan nilai-nilai dan budaya Indonesia dan mempertimbangkan dampak
dari acara tersebut sehingga tidak berpengaruh buruk pada anak-anak. Selain itu, adanya pengaturan acara televisi
agar fungsi dari televisi sebagai sarana informatif, edukatif, rekreatif sampai
pada penontonnya.
nice artikel.
ReplyDelete