Hakikat Membaca

Hakikat Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulis.  Harimurti Kridalaksana mengatakan “Membaca adalah menggali informasi dari teks, baik yang berupa tulisan maupun dari gambar atau diagram maupun dari kombinasi itu semua”. 
Soedarso berpendapat bahwa “Membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah, meliputi orang harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati, dan mengingat-ingat”.  DP. Tampubolon berpendapat bahwa “Membaca adalah kegiatan fisik dan mental yang dapat berkembang menjadi suatu kebiasaan”. 
Bahkan ada pula beberapa penulis yang beranggapan bahwa membaca adalah suatu kemauan untuk melihat lambang-lambang tertulis serta mengubah lambang-lambang tertulis tersebut melalui suatu metode pengajaran membaca seperti fonik (ucapan, ejaan berdasarkan interpretasi fonetik terhadap ejaan biasa) menjadi membaca lisan.
Membaca adalah memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung didalam bahan tertulis.  Anderson memandang membaca sebagai suatu proses untuk memahami makna suatu tulisan.  Kemampuan membaca merupakan kemampuan  
yang kompleks yang menuntut kerja sama antara sejumlah kemampuan. Untuk dapat membaca suatu bacaan, seseorang harus dapat menggunakan pengetahuan yang dimilikinya.
Pada waktu membaca mata mengenali kata, sementara pikiran menghubungkannya dengan maknanya. Makna kata dihubungkan satu sama lain menjadi makna frase, klausa, kalimat, dan akhirnya makna seluruh bacaan. Pemahaman akan makna bacaan ini tidak mungkin terjadi tanpa pengetahuan yang telah dimiliki dahulu misalnya tentang konsep-konsep yang terdapat didalam bacaan, tentang bentuk kata-kata, struktur kalimat, ungkapan dan sebagainnya. Dengan singkat, pada waktu membaca, pikiran sekaligus memperoses informasi grafonik; yang menyangkut hubungan antara tulisan dan bunyi bahasa, informasi sintakis, yaitu yang berhubungan dengan struktur kalimat, serta informasi semantik, dan menyangkut aspek makna.

Informasi semantik erat hubungannya dengan pengalaman individu. 
Misalnya: 
Kalimat  : “ Pagi-pagi ia pergi belanja ke pasar”

Akan mengingatkan pembaca pada keadaan pasar seperti yang pernah dikenal. Ini berarti bahwa makna suatu bacaan akan ditafsirkan oleh pembaca menurut latar belakang pengetahuan serta pengalamannya masing-masing. Perbedaan latar belakang seperti itulah yang kerap kali menimbulkan salah paham. Dalam hal ini Robeck dan Wilson menyimpulkan bahwa membaca merupakan proses penerjemahan tanda-tanda dan lambang-lambang kedalam maknanya serta pemaduan makana baru kedalam sistem kognitif dan afektif yang telah dimiliki pembaca.
Jadi, membaca adalah suatu proses yang dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahan tertulis.

2.2 Tujuan Membaca
Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Adapun tujuan-tujuan lainnya antara lain :
a. Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta
Membaca seperti ini dilakukan untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh tokoh, apa saja yang telah dibuat oleh seorang tokoh, apa yang terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh tokoh.
b. Membaca untuk memperoleh ide-ide utama
Membaca seperti ini dilakukan untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa saja yang dipelajari atau dialami tokoh dan merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh tokoh untuk mencapai tujuannya.
c. Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita
Dilakukan untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi pada awal cerita, kedua,ketiga/ seterusnya, adegan-adegan dan kejadian, serta kejadian untuk dramatisasi.
d. Membaca untuk menyimpulkan
Maksudnya, membaca dilakukan untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan hal seperti yang ditulisnya, apa yang hendak diperlihatkan oleh pengarang kepada pembaca, mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal.
e. Membaca untuk mengklasifikasikan
Membaca seperti ini dilakukan untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa dan tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu atau menarik dalam cerita, atau apakah cerita tersebut benar atau tidak benar adanya.
f. Membaca untuk mengevaluasi
Membaca seperti ini dilakukan untuk menemukan apakah tokoh dalam cerita berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang dilakukan oleh si tokoh, atau bekerja seperti tokoh dalam cerita.
g. Membaca untuk membandingkan
Dilakukan untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan,dll.
Nurhadi berpendapat bahwa tujuan membaca adalah sebagai berikut :
1. Memahami secara detail dan menyeluruh isi buku.
2. Menangkap ide pokok atau gagasan utama secara tepat.
3. Mendapatkan informasi tentang sesuatu.
4. Mengenali makna kata-kata. 
5. Ingin mengetahui peristiwa penting yang terjadi di masyarakat sekitar.
6. Ingin memperoleh kenikmatan dari karya sastra.
7. Ingin mengetahui peristiwa penting yang terjadi di seluruh dunia.
8. Ingin mencari merk barang yang cocok untuk dibeli.
9. Ingin menilai kebenaran gagasan pengarang.
10. Ingin memperoleh informasi tentang lowongan pekerjaan.
11. Ingin mendapatkan keterangan tentang pendapat seseorang (ahli) tentang definisi suatu istilah.

Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena seseorang yang membaca dengan tujuan, cenderung lebih memahami di bandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan. Tujuannya itu adalah :
a. Kesenangan
b. Menyempurnakan membaca menyaring
c. Menggunakan strategi menentu
d. Memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik
e. Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah di ketahuinya.
f. Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis
g. Mengkonfirmasikan atau menolak prediksi
h. Menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks
2.3 Jenis-Jenis Membaca
Bermacam-macam kelakuan dan tujuan manusia dalam membaca, semua tergantung kepada niat dan sikap dari si pembaca. Dalam hal ini ada 2 jenis membaca yang didasarkan kepada tingkat dan kemauan berdasarkan kepada tujuan dan kecepatan.
1. Membaca Berdasarkan Tingkatannya
Agustina (1990:10) membagi membaca menjadi 4 jenis, yaitu membaca permulaan, membaca inspeksional, membaca analitis, dan membaca sintopikal. Lebih lanjut jenis membaca tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Membaca Permulaan
Membaca permulaan dianggap sebagai membaca tingkat dasar. Ini lebih mengutamakan kegiatan jasmani atau fisik. Kesanggupan menyuarakan lambang-lambang bahasa tulis serta menangkap makna yang berada dibalik lambang-lambang tersebut adalah sebahagian kegiatan yang dilakukannya.
b. Membaca Inspeksional
Membaca inspeksional berkaitan dengan masalah waktu yang tersedia untuk membaca. Pembaca hanya mempunyai waktu yang relatif singkat, sedangkan pembaca harus menyelesaikan.
c. Membaca Analitis
Membaca analitis bukan hanya sekedar menyuarakan lambang bahasa dan menangkap makna yang berada dibalik lambang itu saja, tetapi lebih dari itu, kegiatan mental setelah kegiatan jasmani pada pembaca jenis ini sangat diperlukan. Karena membaca analitis merupakan membaca lengkap, baik dan sempurna yang dilakukan dalam waktu yang tidak terbatas dengan tujuan menganalisa tentang bacaan yang dibaca.
d. Membaca Sintopikal
Membaca sintopikal ini menuntut pembaca untuk mempunyai waktu lebih banyak lagi, karena dalam membaca sintopikal pembaca harus menganalisis lebih dari 1 buku.
Dari keempat jenis tingkatan membaca di atas, membaca sintopikal-lah yang paling berat dan melelahkan. Namun membaca sintopikal atau membaca perbandingan ini memungkinkan pembaca memperoleh kepuasan, karena banyak informasi yang dapat diperoleh dengan membaca pada tingkatan ini.
2. Membaca Berdasarkan Suara
Membaca sebagai suatu aktivitas yang kompleks, mempunyai tujuan yang kompleks dan masalah yang bermacam-macam. Tujuan yang kompleks merupakan tujuan umum dari membaca. Di samping tujuan umum itu tentu terdapat pula bermacam ragam tujuan khusus yang menyebabkan timbulnya jenis-jenis membaca, ditinjau dari segi bersuara atau tidaknya orang waktu membaca itu terbagi atas:
a. Membaca yang Bersuara
Yaitu suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama orang lain. Jenis membaca itu mencakup :
1) Membaca nyaring dan keras
Yakni suatu kegiatan membaca yang dilakukan dengan keras, dalam buku petunjuk guru bahasa Indonesia untuk SMA disebut membacakan. Membacakan berarti membaca untuk orang lain atau pendengar, guna menangkap serta memahami informasi pikiran dan perasaan penulis atau pengarangnya. Membaca nyaring ini biasa dilakukan oleh guru, penyiar TV, penyiar radio, dan lain-lain.
2) Membaca Teknik
Membaca teknik biasa disebut membaca lancar. Dalam membaca teknik harus memperhatikan cara atau teknik membaca yang meliputi:
Cara mengucapkan bunyi bahasa meliputi kedudukan mulut, lidah, dan gigi.
Cara menempatkan tekanan kata, tekanan kalimat dan fungsi tanda-tanda baca sehingga menimbulkan intonasi yang teratur.
Kecepatan mata yang tinggi dan pandangan mata yang jauh.
3) Membaca Indah
Membaca indah hampir sama dengan membaca teknik yaitu membaca dengan memperlihatkan teknik membaca terutama lagu, ucapan, dan mimik membaca sajak dalam apresiasi sastra.
b. Membaca yang Tidak Bersuara (dalam hati)
Yaitu aktivitas membaca dengan mengandalkan ingatan visual yang melibatkan pengaktifan mata dan ingatan. Jenis membaca ini biasa disebut membaca dalam hati, yang mencakupi :
1) Membaca telaah bahasa, membaca telaah bahasa mencakup dua hal, yaitu:
Membaca bahasa asing (foreign language reading) yaitu kegiatan membaca yang tujuan utamanya adalah memperbesar daya kata dan mengembangkan kosa kata.
Membaca sastra (literary reading) yaitu membaca yang bercermin pada karya sastra dari keserasian keharmonisan antara bentuk dan keindahan isi.
2) Membaca telaah isi, menelaah isi suatu bacaan memerlukan ketelitian, pemahaman, kekritisan berpikir, serta keterampilan menangkap ide-ide yang tersirat didalam bacaan.
Membaca teliti, membaca yang menuntut suatu pemutaran atau pembalikan pendidikan yang menyeluruh.
Membaca pemahaman, membaca yang penekanannya diarahkan pada keterampilan memahami dan menguasai isi bacaan. Jenis membaca inilah yang akan penulis kaji lebih dalam lagi.
Membaca ide, membaca dengan maksud mencari, memperoleh serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan.
Membaca kritis, yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluatif, serta analitis, dan bukan hanya mencari kesalahan.
3) Membaca skimming, cara membaca yang hanya untuk mendapatkan ide pokok. membaca yang menuntut pembaca memiliki kemampuan memproses teks dengan cepat guna memperoleh gambaran umum mengenai teks tersebut. Melalui skimming pembaca memperoleh kesan umum mengenai bentuk dan isi teks, yaitu mengenai organisasi, gaya, dan fokus tulisan, gagasan – gagasan utama yang disampaikan dan sudut pandang penulis, termasuk mengenai kaitan teks dengan kebutuhan dan minat pembaca. 
4) Membaca scanning, scanning adalah keterampilan membaca yang bertujuan menemukan informasi khusus dengan sangat cepat.  Scanning merupakan kegiatan membaca jenis tidak perlu membaca kata demi kata dan tidak perlu membaca secara teliti keseluruhan bahan bacaan yang kita hadapi guna menemukan informasi khusus yang kita butuhkan. Yang di perlukan adalah kemampuan mata kita menjangkau kelompok – kelompok kata sebanyak – banyaknya secara sekaligus dan kemampuan berpindah dari satu jangkauan pandangan ke jangkauan pandangan berikutnya dengan cepat sampai menemukan informasi khusus yang kita cari. Keterampilan membaca scanning diperoleh dengan terus berlatih. Misalnya, berlatih menemukan suatu kata dalam kamus, menemukan informasi mengenai harga emas dalam sebuah koran. Kita perlu menangkap kata kunci yang menandai informasi yang kita cari. 
5) Membaca cepat, keterampilan memilih isi bahan yang harus dibaca sesuai dengan tujuan kita, yang ada relevansinya dengan kita, tanpa membuang-buang waktu untuk menekuni bagian-bagian lain yang tidak kita perlukan. 

2.4 Kriteria Membaca
Anderson dkk. (1985) mengemukakan lima kriteria membaca. Kriteria tersebut diuraikan pada bagian berikut :
1. Membaca adalah proses konstruktif 
Tak ada satu tulisan pun yang dapat dipahami dan ditafsirkan tanpa bantuan latar belakang pengetahuan seorang pembaca. Pemahaman pembaca mengenai suatu tulisan merupakan hasil pengolahan berdasarkan informasi yang terdapat dalam tulisan dan dipadukan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.
Misalnya: 
“ Apa yang diketahui Amerika Serikat tentang operasi Midway adalah hasil kegiatan inteligen yang  cemerlang dan sukses gemilang para ahli Amerika dalam memecahkan sandi komunikasi Jepang”.
Untuk memahami kalimat di atas, pengetahuan seorang pembaca tentang makna kegiatan intiligen dan bagaimana kegiatan itu dilakukan. Serta makna kata sandi komunikasi yang di dalam tulisan yang sama sekali tidak dikemukakan, akan sangat menolong. 
2. Membaca harus lancar
Kelancaran membaca ditentukan oleh kesanggupan pembaca mengenali kata-kata. Artinya, pembaca harus mengubungkan tulisan dengan maknanya. 
Misalnya :
Kata pemandu wisata akan lebih mudah dikenali jika didahului oleh kata pariwisata.
3. Membaca harus dilakukan dengan strategi yang tepat
Pembaca yang terampil dengan sendirinya akan menyesuaikan strategi membaca dengan taraf kesulitan tulisan, pengenalannya tentang topik yang dibaca, serta tujuan membacanya. Pembaca yang terampil dengan cepat akan dapat menangkap jika ada kalimat atau informasi yang tidak relevan (sumbang) dalam bacaannya, sedangkan pembaca yang belum trampil tidak dapat melihatnya. Kemampuan menangkap butir-butir dalam bacaan merupakan salah satu aspek yang membantu pembaca mengendalikan cara/ stategi membacanya.
Pembaca yang terampil tahu apa yang harus dilakukannya. Ia dapat memilih salah satu cara untuk mengatasi kesulitan atau kegagalan itu, yaitu (a) membiarkan masalahnya dengan harapan bahwa penjelasan tentang hal itu akan diperoleh pada bagian selanjutnya, (b) membaca ulang bagian yang menjadi masalah, (c) mencari informasi dari sumber lain.
4. Membaca memerlukan motivasi
Motivasi merupakan kunci keberhasilan dalam belajar membaca. Membaca pada dasarnya merupakn suatu proses yang menyenangkan.
5. Membaca merupakan keterampilan yang harus dikembangkan secara kesinambungan
Keterampilan membaca tidak dapat diperoleh secara mendadak atau dalam waktu singkat dan untuk selamanya. Keterampilannya itu diperoleh melalui belajar, tahap demi tahap, dalam waktu yang panjang secara terus-menerus.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan membaca itu (a) merupakan suatu proses yang kompleks/banyak aspeknya, (b) melibatkan kegiatan fisik dan mental, (c) memanfaatkan pengetahuan yang telah ada untuk menafsirkan makna, (d) membentuk makna baru dalam sistem pengetauan /pengalaman yang telah dimiliki, (e) dipengaruhi oleh banyak faktor.

2.5 Metode Membaca
Ada beberapa metode dalam membaca, yaitu :
a. Metode Abjad
Metode membaca dimulai dengan pengenalan abjad “a, “be”,”ce”.”de” dan seterusnya. Biasanya guru sering mengajarkannya melalui lagu ABC. Guru merangkaikan huruf-huruf konsonan dengan huruf vokal menjadi suku kata.

b. Metode Bunyi
Bunyi-bunyi konsonan dirangkaikan dengan bunyi vokal sehingga membentuk suku kata. Suku kata di rangkaikan menjadi kata, dan akhirnya kata-kata menjadi kalimat.
Misalnya:
ma- ma ru - sa
ma –na na – si 
na –ma
i – na
a- Na
b-

c. Metode Kupas Rangkai Suku Kata
Metode ini dimulai dengan pengenalan beberapa suku kata. Suku-suku kata dirangkaikan menjadi kata-kata dengan menggunakan tanda penghubung.
Misalnya:
mi mi                             ma ma
ni ni                                na na
i-ni ma-ma                       ni-na   ma-na

Dengan metode ini, anak belajar mengenali huruf dan menguraikan suku kata.
ma --> m-a --> m-a --> ma

d. Metode Kata Lembaga
Kata lembaga , yaitu kata yang dikenal oleh siswa, “ diambil” dan diuraikan menjadi suku kata; suku-suku kata diuraikan menjadi huruf.
Contoh :
rumah --> ru-mah --> r-u-m-a-h

ru --> mah --> r-u --> m-a-h --> ru --> mah
                            rumah

e. Metode Global
Siswa diperkenalkan dengan kalimat secara global. Mula-mula kalimat diuraikan menjadi kata, kemudian kata di uraikan menjadi suku kata, akhirnya suku kata diuraikan menjadi huruf-huruf.
f. Metode Struktur Analitik Sinetik (SAS)
1. Periode membaca permulaan tanpa buku :
a. Merekam bahasa anak
b. Bercerita dengan Gambar
c. Membaca Gambar
d. Membaca gambar dengan kartu kalimat
e. Proses Struktural 
f. Proses Analitik
g. Proses sintetik
2. Periode membaca Permulaan dengan Buku
3. Membaca lanjut.

2.6 Komponen Kegiatan Membaca
Untuk meningkatkan pemahaman terhadap keseluruhan teks, biasanya guru menerapkan kegiatan prabaca,  kegiatan inti membaca,  dan  kegiatan pascabaca  dalam pembelajaran membaca. 
a. Kegiatan prabaca
Kegiatan prabaca dimaksudkan untuk menggugah perilaku siswa dalam penyelesaian masalah dan motivasi penelaahan materi bacaan. 
1. Gambaran awal 
Gambaran awal cerita, yang berisi informasi yang berkaitan dengan isi cerita, dapat meningkatkan pemahaman. Penelitian telah menunjukkan bahwa dengan memberikan gambaran awal cerita kepada siswa yang dirancang sebagian untuk membangun latar belakang pengetahuan tentang cerita tersebut dapat membantu siswa menyimpulkan isi bacaan. Gambaran awal membantu siswa menggugah skematanya untuk memusatkan perhatian mereka sebelum membaca. 
2. Petunjuk untuk melakukan antisipasi 
Petunjuk antisipasi merupakan sarana kegiatan awal membaca yang bermanfaat. Petunjuk semacam ini dirancang untuk menstimulasi pikiran, berisi petanyaan - pertanyaan deklaratif, yang sebagian mungkin ada yang tidak benar, yang berkaitan dengan materi yang akan dibaca. Sebelum membaca, siswa dapat diminta untuk memberikan respons terhadap pernyataan itu, sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki dan mendiskusikannya. Petunjuk antisipasi dapat dilanjutkan pada kegiatan akhir membaca dengan cara mengulang proses tersebut tampak pada gabungan petunjuk antisipasi dan reaksi. 
3. Pemetaan semantik 
Pemetaan semantik ini merupakan strategi prabaca yang baik, sebab kegiatannya memperkenalkan kosakata yang akan ditemukan dalam bacaan dan dapat menggugah skemata yang berkaitan dengan topik bacaan. Hal ini memungkinkan siswa dapat menghubungkan informasi yang baru dalam bacaan dengan pengetahuan awal siswa yang dapat dimanfaatkan untuk memahami bacaan, berarti pula siswa dapat memasuki pengetahuan barunya dengan mudah. Prosedur ini dapat memotivasi siswa membaca materi bacaan.
4. Menulis sebelum membaca 
Menyuruh siswa menulis pengalaman pribadi yang relevan, sebelum mereka membaca materi, bermanfaat pada kegiatan mengerjakan tugas, respon yang lebih rumit terhadap karakter, dan reaksi yang lebih positif. Hal ini membantu siswa lebih terlibat dalam kegiatan membacanya. 
5. Drama / simulasi (creative drama) 
Drama / simulasi dapat digunakan sebelum cerita dibaca untuk meningkatkan pemahaman. Guru dapat menggambarkan situasi yang berkembang dalam cerita dan dapat membiarkan siswa menyelesaikan masalah yang ada dalam cerita. Dan dapat membiarkan siswa menyelesaikan masalah yang ada dalam cerita sesuai dengan kemampuan mereka masing - masing. Sesudah itu, guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca cerita yang sebenarnya. Guru dapat memerankan beberapa karakter untuk membantu melanjutkan drama itu dan memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan latar, 
watak, emosi, dan kritik. 

b. Kegiatan inti membaca
Beberapa strategi dan kegiatan dalam membaca dapat  digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa. Strategi yang dimaksud adalah strategi metakognitif, cloze procedure,  dan pertanyaan pemandu. 
1. Strategi metakognitif 
Akhir - akhir ini banyak perhatian diberikan kepada penggunaan strategi metakognitif oleh siswa selama membaca. Sebenarnya, penggunaan strategi ini secara efektif memberikan efek 
positif kepada pemahaman seseorang sebab dapat meningkatkan keterampilan belajar. Metakognitif berkaitan dengan pengetahuan seseorang atas penggunaan intelektual otaknya dan usaha sadarnya dalam memonitor atau mengontrol penggunaan kemampuan intelektual tersebut. Metakognitif ini meliputi cara terjadinya berpikir. Dalam kegiatan membaca, orang yang menerapkan metakognitif akan memilih keterampilan dan teknik membaca yang sesuai dengan tugas membacanya. Bagian proses  metakognitif menentukan tugas apa yang diperlukan untuk memperoleh pemahaman. Pembaca perlu bertanya: 
a) Apakah jawaban yang perlu saya ungkapkan secara langsung? (Jika ya, si pembaca mencari kata - kata si penulis secara tepat sebagai jawaban). 
b) Apakah teks tersebut mengungkapkan jawaban dengan memberikan tanda centang yang jelas yang membantu memutuskan jawabannya? (Jika yan, pembaca mencari tanda - tanda yang berkaitan dengan pertanyaan dan alasan-alasan tentang informasi yang tersedia untuk menentukan jawaban). 
c) Apakah jawabannya harus datang dengan cerita? (Jika  ya, si pembaca mengaitkan apa yang diketahui dan dipikirkan tentang topik dengan informasi yang ada dan meliputi kedua sumber informasi dalam proses penalaran untuk memperoleh jawaban). 
2. Cloze Procedure 
Cloze procedure digunakan juga untuk meningkatkan pemahaman dengan cara 
menghilangkan sejumlah informasi dalam cacaan dan siswa diminta untuk mengisinya. Latihan cloze procedure tidak hanya baik untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap teks bacaan, tetapi juga baik digunakan untuk menguji penghilangan huruf, suku kata,. Kata, frasa, klausa atau sebuah kalimat. Cloze procedure dapat digunakan guru untuk mengajarkan kemampuan membaca, bukan untuk tes. Guru dapat menyiapkan bacaan sebelumnya  di rumah. Dari teks yang lengkap itu, kalimat pertama dan terakhir dibiarkan tetap utuh. Hanya kalimat ke - 2 dan seterusnyalah yang boleh dihilangkan secara otomatis, misalnya berjarak interval 8 - 10 kata atau setiap kata ke - 8 dihilangkan. Semakin dekat jarak kata yang dihilangkan, semakin sulit siswa menerka isi bacaan. 
3. Pertanyaan pemandu 
Selama membaca, pertanyaan pemandu sering digunakan untuk meningkatkan pemahaman. Siswa dapat dilatih untuk mengingat fakta dengan cara mengubah fakta itu menjadi pertanyaan “mengapa”. Pertanyaan pemandu dapat diajukan oleh guru kepada siswa atau diajukan siswa untuk dirinya sendiri ketika sedang membaca. 

c. Kegiatan Pascabaca
Kegiatan dan strategi setelah membaca membantu siswa mengintegrasikan informasi baru ke dalam skemata yang sudah ada. Selain itu, kegiatan pascabaca dapat memperkuat dan mengembangkan hasil belajar yang telah diperoleh sebelumnya. Ada beberapa kegiatan dan strategi yang dapat dilakukan siswa setelah membaca, yaitu memperluas kesempatan belajar, mengajukan pertanyaan, mengadakan pameran visual, melaksanakan pementasan teater aktual, menuturkan kembali apa yang telah dibaca kepada orang lain, dan mengaplikasikan apa yang diperoleh dari membaca ketika melakukan sesuatu. 
1. Memperluas kesempatan belajar 
Banyak aktivitas yang dapat dilakukan setelah membaca. Sebaiknya siswa diberi kesempatan utnuk menentukan informasi apa saja yang selanjutnya ingin diperoleh dari topik yang telah dibacanya dan dimana mereka dapat memperolehnya. Mungkin siswa ingin membaca topik tersebut lebih dalam lagi. Jika demikian, ia dapat diberi informasi tentang apa saja yang dapat di baca. Tentu saja pengetahuan siswa setelah membaca tidak boleh disia - siakan. Karena itu, siswa yang bersangkutan dapat diminta untuk membahasnya di kelas. 
2. Mengajukan pertanyaan 
Pertanyaan prabaca lebih difokuskan pada upaya membelajarkan siswa dalam hal membaca, sedangkan pertanyaan pascabaca lebih diarahkan pada upaya memperdalam pemahaman siswa tentang segala macam informasi yang diperoleh dari teks. Pemakaian pertanyaan pascabaca akan lebih bermanfaat jika mencakup pertanyaan level tinggi, tipe aplikasi, dan pertanyaan penting 
secara structural. Siswa akan memperoleh keuntungan yang besar dari pertanyaan pascabaca jika memperoleh umpan balik yang memadai dari guru. Umpan balik yang dimaksud bukan hanya untuk jawaban yang benar saja, bahkan lebih penting lagi umpan balik untuk jawaban yang salah. Jawaban yang benar memang akan memberi keyakinan kepada siswa bahwa dirinya dapat melakukan sesuatu untuk meningkatkan kemampuan bacanya. Akan tetapi, jawaban yang salah yang dibiarkan tanpa petunjuk dan bimbingan dalam jangka waktu yang relatif lama akan menghasilkan keputusasaan atau tekanan mental karena frustasi yang berkepanjangan. 
3. Mengadakan pameran visual 
Hasil belajar siswa setelah membaca tidak hanya berupa informasi. Hasil belajar itu dapat disampaikan kepada pihak lain dalam wujud yang tidak hanya verbal, tetapi juga visual. Siswa dapat diminta untuk membuat sketsa atau menggambar apa yang sudah mereka pelajari dari teks dan menjelaskan mengapa mereka berpikir begitu. Sketsa atau gambar kemudian dapat dibahas dalam kelompok di kelas untuk mengetahui keterkaitannya dengan teks. 
4. Pementasan teater aktual 
Pementasan teater aktual atau teater pembaca dilakukan dengan cara membaca teks bersama-sama. Kemudian, kelompok mencoba memahami makna teks melalui diskusi kelompok, saling tukar hasil pemahaman dan penafsiran terhadap teks. Pemahaman dan penafsiran bersama ini akan membuahkan kerja sama dan pemahaman yang utuh  terhadap teks yang mereka baca. Selanjutnya, pemahaman dan hasil interpretasi teks  yang mereka baca itu diubah bentuknya 
menjadi naskah drama atau ditransfer menjadi bentuk dialog antartokoh dengan karakter yang berbeda - beda. Kemudian, kelompok baca mengubah bentuk kelompoknya menjadi kelompok teater. Kelompok-kelompok teater ini berlatih membaca, menampilkan naskah yang mereka tulis sendiri di depan penonton. Inilah bentuk kegiatan berbahasa yang utuh sebab siswa terlibat langsung dalam kegiatan berbahasa yang sebenarnya.  Dalam kegiatan seperti ini terjadi perpaduan yang kental antara kemahiran berbahasa reseptif dengan produktif. 
5. Menceritakan kembali 
Membahas kembali aspek - aspek penting dari materi  yang dibaca merupakan teknik pemahaman yang memberikan dampak positif pada peningkatan pemahaman dan kemampuan baca siswa. Siswa menggunakan teknik menceritakan kembali apa yang telah dibacanya kepada guru, teman sekelas atau direkam pada kaset. Yang perlu dipersiapkan guru adalah melatih siswa dalam mempersiapkan yang harus mereka ceritakan kembali dan bagaimana menyampaikan hasil membaca bacan yang harus disampaikan. Bagaimana bagian - bagian itu diorganisasikan agar menjadi sajian informasi yang menarik, 
dan menuliskan kembali bentuk sajian yang sebaik -  baiknya. Pada tahap ini guru dapat berdiskusi dengan siswa utnuk ringkasannya dalam bentuk beningan (transparansi), makalah atau tulisan tangan di atas kertas manila / plano. Dalam hal ini, guru berperan sebagai pendorong aktivitas, bukan sebagai pengambil keputusan, sehingga siswa mempunyai kesempatan yang seluas -luasnya untuk menyelesaikan masalah - masalah teknis. Untuk sampai ke tahap penyampaian hasil ringkasan,  guru perlu menyampaikan kepada siswa bentuk - bentuk penyampaian yang dapat digunakan, misalnya, seminar, diskusi, atau bentuk belajar bersama yang lebih bersifat  kooperatif - kolaboratif. Sebelum sampai pada penyampaian yang sebenarnya, kelas dapat berlatih agar siswa mengetahui dengan benar apa yang diinginkan guru terhadap mereka. Pada akhir kegiatan, kembali guru berperan sebagai  pembimbing dan dinamisator ketika siswa akan merumuskan hasil diskusi dan menyusun program. 
6. Penerapan hasil membaca 
Kegiatan pascabaca yang baik dilaksanakan adalah menampilkan atau mengerjakan tugas yang ada kaitannya dengan penerapan pengetahuan yang diperoleh siswa ketika membaca. Pelaksanaan kegiatan ini merupakan upaya pemanfaatan skemata baru untuk menyelesaikan problem yang dihadapi siswa sehingga skemata baru tersebut akan lebih kuat tersimpan dalam otak mereka.

2.7 Membaca sebagai Suatu Keterampilan
Membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks, yang rumit, yang mencakup atau melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Keterampilan membaca mencakup 3 komponen :
1. Pengenalan terhadap tanda-tanda baca.
2. Korelasi tantara tanda-tanda baca dengan unsure-unsur linguistik.
3. Hubungan lebih lanjut dari pengenalan terhadap tanda baca dan korelasinya dengan makna.
Keterampilan 1 merupakan suatu kemampuan untuk mengenal bentuk-bentuk yang disesuaikan dengan mode yang berupa gambar, gambar di atas suatu lembaran, lengkungan-lengkungan, garis-garis, dan titik-titik dalam hubungan-hubungan berpola yang teratur rapi.
Keterampilan 2 merupakan suatu kemampuan untuk menghubungkan tanda-tanda hitam di atas kertas, yaitu gambar-gambar berpola tersebut dengan bahasa. Adalah tidak mungkin belajar membaca tanpa kemampuan belajar memperoleh serta memahami bahasa. Hubungan-hubungan itu jelas sekali terlihat terjadi antara unsur-unsur bahasa yang formal. Sesuai dengan hakikat unsur-unsur linguistik yang formal tersebut, pada hakikatnya sifat keterampilan itu akan selalu mengalami perubahan-perubahan pula. Unsur-unsur itu dapat merupakan kelompok bunyi kompleks yang dapat disebut kata, frase, paragraf, bab, atau buku. Unsur itu dapat pula berupa unsur yang paling dasar, yaitu bunyi-bunyi tunggal yang disebut fonem.
Keterampilan 3 mencakup keseluruhan keterampilan membaca, pada hakikatnya merupakan keterampilan intelektul, ini merupakan kemampuan atau abilitas untuk menghubungkan tanda-tanda hitam di atas kertas melalui unsur-unsur bahasa yang formal, yaitu kata-kata sebagai bunyi, dengan makna yang dilambangkan oleh kata-kata tersebut.
Telah diutarakan di muka bahwa membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks yang melibatkan srangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya. Sebagai garis besarnya, terdapat dua aspek penting dalam membaca, yaitu :
1. Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih rendah (lower order). Aspek ini mencakup:
a. Pengenalan bentuk huruf.
b. Pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat, dll).
c. Pengenalan hubungan/korespondensi pada ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau “to bark at print”).
d. Kecepatan membaca ke taraf lambat.
2. Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek ini mencakup:
a. Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal).
b. Memahami signifikansi atau makna (maksud dan tujuan pengarang, relevansi/keadaan kebudayaan, dan reaksi pembaca).
c. Evaluasi atau penilaian (isi dan bentuk).
d. Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan.

2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Membaca
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan membaca antara lain :
1. Motivasi
Motivasi merupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap kemampuan membaca. Kerapkali kegagalan dalam bidang membaca terjadi karena rendahnya motivasi. Berdasarkan sumbernya motivasi untuk membaca dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) motivasi yang bersifat instrinsik, yaitu yang bersumber pada pembaca itu sendiri dan (2) motivasi ekstrinsik, yang sumbernya dari luar pembaca.
2. Lingkungan Keluarga
Orang tua yang memiliki kesadaran akan pentingnya kemampuan membaca akan berusaha agar anak-anaknya memiliki kesempatan untuk membaca. Kebiasaan orang tua membacakan ceritra untuk anak-anaknya yang masih kecil merupakan usaha yang besar sekali artinya dalam menumbuhkan minat baca maupun perluasan pengalaman serta pengetauan anak. Cara menanggapi dan menjawab pertanyaan anak, cara mengejukan pertanyaan, serta cara orang tua memberikan alasan sangat mempengaruhi cara anak bernalar melalui bacaan.
3. Bahan Bacaan
Bahan bacaan akan mempengaruhi seseorang dalam minat maupun kemampuan memahaminya. Bahan bacaan yang telalu sulit untuk seseorang akhirnya akan mematahkan selera untuk membacanya. Misalnya: seorang anak yang diberi bacaan yang disajikan dalam struktur kalimat dan istilah-istilah yang terlalu tinggi baginya, akhirnya ia akan menolak membacanya. Sebaliknya bahan bacaan yang terlalu kekanak-kanakan jika diberikan kepada orang dewasa atau telah memiliki kemampuan membaca yang tinggi juga tidak akan diminati.

2.9 Pembelajaran Membaca di SD
Pembelajaran membaca di sekolah dasar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pengajaran membaca menulis permulaan untuk kelas I & II dan membaca lanjut untuk kelas III-VI (Depdikbud, 1995:27, dan kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia). Berikut ini pembelajaran membaca yang dilaksanakan di sekolah dasar:
1. Membaca Menulis Permulaan (MMP)
Menurut Herusantosa (1992:20) tujuan pembelajaran MMP adalah :
a. Pembinaan dasar-dasar mekanisme membaca.
b. Mampu memahami dan menyuarakan kalimat sederhana yang ditulis dengan intonasi yang wajar.
c. Anak dapat membaca dan menulis kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat dalam waktu yang relatif singkat. Diperoleh dari pemercepatan waktu fiksasi dan jarak fiksasi inilah yang menjadi tujuan utama pembelajaran MMP.
Proses Dasar Pembelajaran MMP
a. Dimulai dari penanaman kesanggupan mengidentifikasikan huruf (lambang bunyi dengan bunyinya), menuju kepenanaman kesanggupan mengidentifikasi struktur kata dengan struktur bunyinya. Ini dilakukan dalam proses membaca.
b. Dimulai dari penanaman kesanggupan mengidentifikasikan bunyi dengan huruf (lambang bunyi) menuju ke penanaman kesanggupan mengidentifikasikan struktur bunyi dengan struktur kata. Ini dilakukan
Untuk meningkatkan kualitas keterampilan MMP diperlukan banyak ulangan (khususnya mengulang penggunaan kata-kata yang baru diajarkan). Dengan banyak ulangan akan dicapai :
a. Pemercepatan waktu fiksasi (fixation time) pemahaman kata, kelompok kata. Anak akan dilatih dengan lompatan-lompatan pandangan mata dari kata/kelompok kata yang satu ke yang lain makin cepat ;
b. Pemerluasan jarak fiksasi (fixation span) pemahaman kata/kelompok kata/kalimat. Anak akan dilatih untuk memahami makna kata/kelompok kata yang satu ke yang lainnya sehingga pengertian yang difahami semakin luas.
Pendekatan dan Metode MMP
Secara garis besarnya pendekatan dan metode pembelajaran MMP dapat digambarkan dalam cerita berikut:

Pendekatan
Metode
1. Harfiyah 
      1.      ABJAD
      2.      BUNYI
2, Suku kata
      3.      KUPAS RANGKAI
3. Kata
4. KATA LEMBAGA
4. Kalimat
5. GLOBAL
6. SAS (Struktur Analitik Sintetik)
7. GASIP (Global Analisis Intensif Ponem)
5. Linguistik
8. DENGAR-UCAP (Audio-lingua)
9. AURAL-ORAL (dengar, tiru, substitusi, aplikasi)


Lebih lanjut pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah (1996-1997)oleh Darmiyati Zuhdi dan Budiasih
2. Membaca Lanjut
Pembelajaran membaca lanjut akan dilakukan guru jika siswa sudah dapat menyuarakan struktur kata, kalimat sederhana. Kalau demikian siswa membaca lagi, mereka akan mendapatkan informasi visual. Informasi yang baru itu akan mudah sekali dicerna oleh siswa karena dibantu oleh informasi nonvisual yang sudah dimilikinya. Makin sama/mirip informasi visual yang diperoleh dengan informasi nonvisual yang sudah dimiliki akan makin mudah dicerna oleh siswa (Harris dan Sipay,1980). Kemampuan penguasaan awal siswa menyuarakan struktur kata, kalimat sederhana akan sangat berpengaruh terhadap pemahaman yang akan diperoleh pada tahap membaca selanjutnya.Pembelajaran membaca, menurut Routman (1994:31-32) dibedakan dalam :
(a) membaca bersuara (reading alaud),
(b) membaca bergantian (shared reading),
(c) membaca terbimbing (guide reading), dan
(d) membaca mandiri (independent reading).


3. Membaca Bersuara (Reading Alaud),
Saat membaca bersuara seseorang menyampaikan pesan penulis yang tertuang dalam wacana kepada pendengar. Pembaca menyalin simbol-simbol tulis ke dalam simbol-simbol bunyi. Pembaca menyuarakan tulisan yang ada dalam wacana sehingga isi pesan wacana sampai pada pendengar. Dilihat dari perspektif komunikasi, membaca bersuara berperan sebagai penghubung antara penulis dan pendengar.
Membaca bersuara sangat bergantung pada kemampuan mengatur suara. Pembaca harus mengatur kecepatan suara, tahu bagian bacaan yang mana diucapkan agak cepat, dan yang agak lambat. Dalam hal tekanan, harus tahu bagian mana yang harus diucapkan lebih keras, dan yang kurang keras. Dalam hal nada, harus mampu menyesuaikan nada suaranya dengan suasana yang tergambar dalam bacaan. Dalam hal intonasi, harus dapat menggunakan intonasi tanya, berita, atau perintah sesuai dengan jenis kalimat yang dibaca. Membaca bersuara ini merupakan teknik yang paling jitu untuk menarik minat siswa untuk membaca karya sastra dan mengapresiasi sastra (Routman, 1994:32).
4. Membaca Bergantian (Shared Reading)
Membaca bergantian merupakan langkah berikutnya setelah membaca bersuara. Manfaat yang diperoleh dengan cara bergantian membaca ini adalah siswa terhindar dari rasa kebosanannya dalam membaca dan sekaligus memperlancar bacaan siswa. Cara yang dapat ditempuh dengan teknik ini adalah :
a. Guru membacakan sebahagian bacaan, kemudian diteruskan oleh siswa yang ditunjuk,
b. Siswa satu membaca sebagian bacaan kemudian dilanjutkan dengan siswa lainnya,
c. Beberapa siswa secara berpasangan membaca sebagian dan dilanjutkan dengan pasangan yang lainnya,
d. Mendengarkan mencatat melalui pita kaset, siswa menirukan.
5. Membaca Terbimbing (Guided Reading)
Membaca terbimbing ini bertujuan membimbing siswa memahami wacana. Untuk dapat melakukan bimbingan ini terlebih dahulu guru harus dan sudah mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam berpikir.
Berdasarkan tingkat kemampuan berpikir yang dimiliki siswa inilah guru akan membuat pertanyaan-pertanyaan yang akan membantu siswa dalam memahami wacana.
6. Membaca Mandiri (Independent Reading)
Membaca mandiri ini memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih bacaan yang mereka senangi. Siswa diminta membuat laporan bacaan. Untuk dapat membuat laporan bacaan ini guru menyediakan rambu-rambu, hal-hal apa saja yang harus ada dalam laporan bacaan yang akan dibuat siswa.

2.10 Tingkat Pemahaman dalam Membaca
Dengan beraneka ragamnya batasan hakikat membaca, pada uraian ini hakikat membaca akan disesuaikan dengan hakikat membaca yang mengacu pada tujuan pembelajaran, yaitu membaca pada hakikatnya adalah suatu aktivitas untuk menagkap informasi bacaan baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam bentuk pemahaman bacaan secara literal, inferensial, evaluatif, dan kreatif, dengan memanfaatkan pengalaman belajar pembaca.
Pemahaman literal adalah kemampuan memahami ide-ide yang tampak secara eksplisit dalam wacana. Pemahaman literal merupakan pemahaman tingka paling rendah. Namun demikian, pemahaman literal dibutuhkan dalam proses pemahaman membaca secara keseluruhan. Pemahaman literal merupakan prasyarat bagi pemahaman yang lebih tinggi (Burns, 1996:255).
Pemahaman inferensial adalah kemampuan memahami informasi yang dinyatakan secara tidak langsung dalam wacana. Memahami wacana secara inferensial berarti memahami makna wacana yang lebih dalam dari kalimat-kalimat yang tertulis berdasarkan atas informasi-informasi yang tampak secara ekplisit. Pembaca menggunakan informasi yang tampak secara eksplisit dalam wacana, latar belakang pengetahuan, dan pengalaman probadi, secara padu digunakan untuk membuat dugaan dan hipotesis. Pemahaman inferensial sebagai pemahaman interpretifdiperoleh melalui membaca antarbaris (read between the lines). Burns (1996) menyebutkan untuk memperoleh pemahaman inferensial atau interpretif, pembaca harus mampu menangkap apa yang tersirat dalam wacana.
Pemahaman evaluatif adalah kemampuan mengevaluasi isi wacana. Pemahaman kritis pada dasarnya sama dengan pemahaman evaluatif. Dalam pemahaman ini, pembaca membuat penilaian berbagai hal yang berkaitan dengan isis wacana dengan cara membandingkan informasi yang ditemukan dalam wacana dengan norma-norma tertentu, dengan pengetahuan serta latar belakang pengalaman pembaca sendiri. Untuk mencapai tingkat pemahaman evaluatif, pembaca harus dapat berpikir secara kritis terhadap isi wacana. Pembaca tidak hanya sekedar menginterpretasikan maksud penulis, tetapi juga memberikan penilaian yang kritis terhadap apa yang disampaikan oleh penulis (Syafi’ie, 1993:48).
Pemahaman kreatif adalah kemampuan mengungkap respon emosional dan estetis terhadap wacana yang sesuai dengan standar pribadi dan standar profesional, misalnya mengenai bentuk sastra, gaya, jenis, dan teori sastra. Pemahaman kreatif melibatkan seluruh dimensi kognitif yang terlibat dalam tingkatan pemahaman sebelumnya karena apresiasi berkaitan dengan dampak psikologi dan estetis terhadap wacana. Dalam pemahaman apresiasi, pembaca dituntut juga menggunakan daya imajinasi untuk memperoleh  gambaran batu yang melebihi apa yang disajikan penulis.  
Pemahaman apresiasi mencakup kemampuan seperti; (1) kemampuan merespon wacana secara emosional dengan cara mengungkapkan perasaan yang terkait dengan isi wacana, seperti rasa senang, benci, tidak suka, puas, dan sebagainya, (2) kemampuan mengidentifikasikan diri dengan pelaku, peristiwa yang tersaji dalam wacana, (3) kemampuan mereaksi bahasa pengarang dengan cara mengungkapkan sejauh mana kemahiran menulis menggunakan bahasanya, (4) kemampuan imaginary yang dilakukan dengan cara menyatakan kembali apa yang sekan-akan dilihat, didengar, dicium, atau dirasakan saat membaca.
Dalam upaya memahami wacana, minimal dibutuhkan empat macam kemampuan yang dipergunakan secara bersamaan, yaitu:
1. Kemampuan memahami makna konseptual, yakni memahami makna kata tanpa dihubungkan dengan kata yang lain.
2. Kemampuan memahami makna preposisional, yakni memahami makna kalimat secara mandiri.
3. Kemampuan memahami makna kontekstual, yakni memahami makna kalimat dalam hubungannya dengan kalimat yang lain.
4. Kemampuan memahami makna pragmatis, yakni makna sebagai bagian dari interaksi yang terjadi antara penulis dengan pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti. Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. 1992.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. 1984.
Muchlisoh. Pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. 1992.
Mulyati, Yeti. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka. 2007.
Rahim, Farida. Pengajaran Membaca Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. 2005.
Soedarso. Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT. Gramedia. 1989.
Tampubolon, DP. Kemampuan Membaca Teknik Membaca Efektif dan Efisien. Bandung: Angkasa. 1986.
Tarigan, Henry Guntur. Membaca. Bandung: Angkasa. 2008.
http://file.upi.edu/Direktori/DUALMODES/MEMBACA_DAN_MENULIS_DI_SD/BBM_4.pdf
http://id.forums.wordpress.com/topic/peningkatan-kemampuan-membaca-cepat-dengan-menggunakan-metode-speed-reading

Comments