Keterampilan Menyimak

A. Pengertian Menyimak
Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesi (W. J. S. Poerwadarminta 1982 : 847) Menyimak adalah mendengarkan (mempertahankan apa yang diucapkan orang). 
Menurut Guntur Tarigan, Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan (1987:28).
“Menyimak adalah suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai, dan mereaksi atas makna yang terkandung di dalamnya” (Tarigan, 1991:4).
“Menyimak sebagai proses mendengarkan, mengenal, serta menginterpretasikan lambang-lambang lisan. Menyimak bermakna mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian serta apresiasi” (Anderson dalam Tarigan, 1987:28).
Menyimak pada hakikatnya adalah mendengarkan atau memahami bahan simakan. Karena itu dapatlah disimpulkan bahwa “tujuan utama menyimak adalah menangkap, memahami, atau menghayati pesan, ide, gagasan yang tersirat dalam bahan simakan” (Tarigan, 1991:4).
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa, menyimak adalah proses mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian untuk memperoleh informasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara.
Menyimak menggunakan indra pendengaran, namun bukan berarti saat mendengar seseorang sudah dikatakan sedang menyimak. Sesungguhnya proses menyimak tidak sekadar mendengar, tetapi lebih dari itu, yaitu mendengar dengan memusatkan perhatian kepada objek yang disimak. Proses menyimak merupakan kegiatan mendengarkan yang disengaja dalam rangka mencapai maksud-maksud tertentu. Maksud-maksud tersebut misalnya, untuk tujuan belajar, mengapresiasi sebuah karya, mendapatkan informasi khusus, memecahkan masalah, atau untuk memahami aspekaspek sebuah bahasa. 

B. Fungsi Menyimak
Berikut ini terdapat beberapa fungsi dalam melaksanakan kegiatan menyimak.
1. Membuat hubungan antar pribadi lebih efektif
2. Memperoleh informasi yang ada hubungan atau sangkut pautnya dengan pekerjaan atau profesi
3. Dapat memberikan respon yang tepat
4. Mengumpulkan data agar dapat membuat keputusan-keputusan yang masuk akal

C. Tujuan Menyimak
1. Mendapatkan fakta, misalnya lewat mendengarkan radio, televisi, penyampaian makalah dalam seminar, pidato ilmiah, percakapan dalam keluarga, tetangga, teman sekerja, sekelas, dan sebagainya. Fakta yang diperoleh melalui kegiatan menyimak ini kemudian dilengkapi dengan kegiatan membaca atau mengadakan eksperimen.
2. Menganalisis fakta, misalnya keterkaitan antarunsur kata, sebab dan akibat yang terkandung di dalamnya. 
3. Mengevaluasi fakta, maksudnya fakta yang disampaikan pembicara sesuai dengan kenyataan, pengalaman, dan pengetahuan penyimak, maka fakta itu dapat diterima. Hasil evaluasi fakta akan berpengaruh pada kredibilitas isi pembicaraan dan pembicaranya.
4. Mendapatkan inspirasi, ada kalanya orang menghadiri konvensi atau pertemuan bukan untuk mendapatkan fakta tetapi semata-mata untuk mencari ilham.
5. Menghibur diri, biasanya orang-orang yang melakukan kegiatan menyimak dengan tujuan untuk menghibur diri adalah orang-orang yang sudah lelah, letih, dan jenuh kemudian mereka perlu penyegaran fisik dan mental agar kondisinya pulih kembali.
6. Meningkatkan kemampuan berbicara, setelah banyak menyimak, seseorang akan meniru ucapan-ucapan yang pernah disimaknya dan kemudian mencoba menerapkannya dalam pembicaraan. Proses menyimak dan mempraktekkan yang dilakukan secara berulang-ulang sampai akhirnya yang bersangkutan lancar berbicara. 

D. Proses Menyimak
1. Mendengar 
Penyimak berusaha menangkap pesan dari bunyi bahasa yang disampaikan pembicara, sehingga diperlukan telinga yang peka dan perhatian terpusat. 
2. Mengidentifikasi
Tahap ini memerlukan kemampuan linguistik karena bunyi bahasa yang didengar, perlu diidentifikasi, dikenali dan dikelompokkan menjadi suku kata, kata, kelompok kata, kalimat, paragraf atau wacana.
3. Menginterpretasi
Bunyi bahasa yang didengar perlu diinterpretasi maknanya, agar sesuai atau mendekati makna yang  diucapkan oleh pembicara. 
4. Memahami
Setelah tahap penginterpretasian makna, penyimak dituntut untuk memahami makna. Hal ini   penting untuk langkah berikutnya yaitu penilaian.
5. Menilai
Makna pesan yang sudah dipahami kemudian ditelaah, dikaji, dipertimbangkan, d ikaitkan dengan pengalaman, dan pengetahuan menyimak. Kualitas penilaian tergantung pada kualitas pengalaman dan pengetahuan penyimak.
6. Menanggapi
Tahap terakhir adalah menanggapi makna pesan yang telah selesai dinilai. Tanggapan reaksi penyimak dapat berupa berbagai bentuk seperti mengangguk-angguk, tanda setuju, menggeleng tanda setuju, mencibir, atau mengerjakan sesuatu.

E. Jenis-jenis Menyimak
Adapun jenis-jenis menyimak dalam pembelajaran Bahasa Indonesia (Sutari, 1998: 47) adalah sebagai berikut:
1. Menyimak ekstensif (extensive listening)
Menyimak ekstensif adalah sejenis kegiatan menyimak yang berhubungan dengan hal-hal lebih umum dan lebih bebas terhadap sesuatu bahasa, tidak perlu di bawah bimbingan langsung seorang guru.
Penggunaan yang paling mendasar ialah untuk menyajikan kembali bahan yang telah diketahui dalam suatu lingkungan baru dengan cara yang baru. Sealain itu, dapat pula murid dibiarkan mendengar butir-butir kosakata dan struktur-struktur yang baru bagi murid yang terdapat dalam arus bahasa yang ada dalam kapasitasnya untuk menanganinya.
Pada umunya, sumber yang paling baik untuk menyimak ekstensif adalah rekaman yang dibuat guru sendiri, misalnya rekaman yang bersumber dari siaran radio, televisi, 
2. Menyimak intensif (intensive listening)
Menyimak intensif adalah menyimak yang diarahkan pada suatu yang jauh lebih diawasi, dikontrol, terhadap suatu hal tertentu. Dalam hal ini harus diadakan suatu pembagian penting yaitu diarahkan pada butir-butir bahasa sebagai bagian dari program pengajaran bahasa atau pada pemahaman serta pengertian umum. Jelas bahwa dalam kasus yang kedua ini maka bahasa secara umum sudah diketahui oleh para murid.
3. Menyimak sosial (social listening)
Menyimak sosial atau menyimak konversasional (conversational listening) ataupun menyimak sopan (courtens listening) biasanya berlangsung dalam situasi-situasi sosial tempat orang mengobrol mengenai hal-hal yang mrenarik perhatian semua orang dan saling mendengarkan satu sama lain untuk membuat respons-repons yang pantas, mengikuti detail-detail yang menarik, dan memerhatikan perhatian yang wajar terhadap apa-apa yang dikemukakan, dikatakan oleh seorang rekan.
Dengan perkataan lain dapat dikemukakan bahwa menyimak sosial paling sedikit mencakup dua hal, yaitu perkataan menyimak secara sopan santun dengan penuh perhatian percakapan atau konversasi dalam situasi-situasi sosial dengan suatu maksud. Dan kedua mengerti serta memahami peranan-peranan pembicara dan menyimak dalam proses komunikasi tersebut.
4. Menyimak sekunder (secondary listening)
Menyimak sekunder adalah sejenis kegiatan menyimak secara kebetulan dan secara ekstensif (casual listening dan extensive listening) misalnya, menyimak pada musik yang mengirimi tarian-tarian rakyat terdengar secara sayup-sayup sementara kita menulis surat pada teman di rumah atau menikmati musik sementara ikut berpartisipasi dalam kegiatan tertentu di sekolah seperti menulis, pekerjaan tangan dengan tanah liat, membuat sketsa dan latihan menulis dengan tulisan tangan.
5. Menyimak estetik (aesthetic listening)
Menyimak estetik yang juga disebut menyimak apresiatif (apreciational listening) adalah fase terakhir dari kegiatan menyimak secara kebetulan dan termasuk ke dalam menyimak ekstensif, mencakup dua hal yaitu pertama menyimak musik, puisi, membaca bersama, atau drama yang terdengar pada  radio atau rekaman-rekaman. Kedua menikmati cerita-cerita, puisi, teka-teki, dan lakon-lakon yang diceritakan oleh guru atau murid-murid.
6. Menyimak kritis (critical listening)
  Menyimak kritis adalah sejenis kegiatan menyimak yang di dalamnya sudah terlihat kurangnya atau tiadanya keaslian ataupun kehadiran prasangka serta ketidaktelitian yang akan diamati. Murid-murid perlu banyak belajar mendengarkan, menyimak secara kritis untuk memperoleh kebenaran.
7. Menyimak konsentratif (consentrative listening) 
Menyimak konsentratif sering juga disebut study-type listening atau menyimak yang merupakan jenis telaah. Kegiatan-kegiatan tercakup dalam menyimak konsentratif antara lain: menyimak untuk mengikuti petunjuk-petunjuk serta menyimak urutan-urutan ide, fakta-fakta penting, dan sebab akibat.
8. Menyimak kreatif (Creative listening)
Menyimak kreatif adalah jenis menyimak yang mengakibatkan dalam pembentukan atau rekonstruksi seorang anak secara imaginatif kesenangan-kesenangan akan bunyi, visual atau penglihatan, gerakan, serta perasaan-perasaan kinestetik yang disarankan oleh apa-apa didengarnya.
9. Menyimak introgatif (introgative litening) 
Menyimak introgatif adalah sejenis menyimak intensif yang menuntut lebih banyak konsentrasi dan seleksi, pemusatan perhatian dan pemilihan, karena sipenyimak harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Dalam kegiatan menyimak interogatif ini si penyimak mempersempit serta mengarahkan perhatiannya pada pemerolehan informasi atau mengenai jalur khusus.
10. Menyimak penyelidikan (exploratory listening) 
Menyimak penyelidikan adalah sejenis menyimak intensif dengan maksud dan yang agak lebih singkat. Dalam kegiatan menyimak seperti ini si penyimak menyiagakan perhatiannya untuk menemukan hal-hal baru yang menarik perhatian dan informasi tambahan mengenai suatu topik atau suatu pergunjingan yang menarik.
11. Menyimak pasif (passive listening) 
Menyimak pasif adalah penyerapan suatu bahasa tanpa upaya sadar yang biasa menandai upaya-upaya kita saat belajar dengan teliti, belajar tergesa-gesa, menghapal luar kepala, berlatih serta menguasai sesuatu bahasa. Salah satu contoh menyimak pasif adalah penduduk pribumi yang tidak bersekolah lancar berbahasa asing. Hal ini dimungkinkan karena mereka hidup langsung di daerah bahasa tersebut beberapa lama dan memberikan kesempatan yang cukup bagi otak mereka menyimak bahasa itu.
12. Menyimak selektif (selective listening) 
Menyimak selektif berhubungan erat dengan menyimak pasif. Betapapun efektifnya menyimak pasif itu tetapi biasanya tidak dianggap sebagai kegiatan yang memuaskan. Oleh karena itu menyimak sangat dibutuhkan. Namun demikian, menyimak selektif hendaknya tidak menggantikan menyimak pasif, tetapi justru melengkapinya. Penyimak harus memanfaatkan kedua teknik tersebut. Dengan demikian, berarti mengimbangi isolasi kultural kita dari masyarakat bahasa asing itu dan tendensi kita untuk menginterpretasikan 

F. Teknik pembelajaran menyimak yang dapat dilaksanakan oleh guru di Sekolah Dasar
1. Simak – Ulang Ucap.
Teknik simak-ulang ucap digunakan untuk memperkenalkan bunyi bahasa dengan pengucapan atau lafal yang tepat dan jelas. Guru dapat mengucapkan atau memutar rekaman bunyi bahasa tertentu seperti fonem, kata, kalimat, idiom, semboyan, kata-kata mutiara, dengan jelas dan intonasi yang tepat. Siswa menirukan. Teknik ini dapat dilakukan secara individual, kelompok, dan klasikal.
2. Simak – Tulis (Dikte)
Guru mengucapkan bunyi bahasa tertentu seperti fonem, kata, kalimat, idiom, semboyan, kata-kata mutiara, dengan jelas dan intonasi yang tepat. Siswa harus menyimak apa yang diucapkan guru, kemudian siswa menuliskannya.
3. Simak – Kerjaan
Guru mengucapkan bunyi bahasa tertentu seperti fonem, kata, kalimat, idiom, semboyan, kata-kata mutiara, dengan jelas dan intonasi yang tepat. Siswa harus menyimak apa yang diucapkan guru, kemudian siswa mengerjakan apa yang diperintahkan atau dikatakan dalam kegiatan menyimak.
4. Simak – Terka
Guru menyusun deskripsi suatu benda atau mainan siswa yang paling disukai atau gambar foto tanpa menyebutkan mana bendanya. Deskripsi diperdengarkan kepada siswa. Siswa menyimak teks deskripsi dan harus menerkanya.
5. Memperluas kalimat
Guru menyebutkan sebuah kalimat. Kemudian guru mengucapkan kata atau kelompok kata lain, kemudian siswa melengkapi kata-kata yang telah diucapkan guru dengan kata lain ayang sesuai yang hasilnya kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat yang utuh dan lebih luas.
6. Menyelesaikan Cerita
Guru memperdengarkan suatu cerita sampai selesai. Setelah siswa selesai menyimak, guru menyuruh seseorang untuk menceritakan kembali dengan kata-katanya sendiri. Sebelum selesai bercerita, guru menghentikan cerita siswa tadi dan menggantikan dengan siswa lain yang bertugas menyelesaikan cerita kawannya, begitu seterusnya sehingga cerita itu berakhir seperti yang disimaknya.
7. Membuat Rangkuman 
Guru menyiapkan bahan simakan yang cukup panjang. Materi itu disampaikan secara lisan kepada siswa dan siswa menyimak. Setelah selesai menyimak siswa disuruh membuat rangkuman.
8. Permainan Untuk meningkatkan Ketrampilan Menyimak (Bisik Berantai).
Suatu pesan dapat dilakukan secara berantai. Mulai dari guru membisikkan pesan kepada siswa pertama dan dilanjutkan kepada siswa berikutnya sampai siswa terakhir. Siswa terakhir harus mengucapkannya dengan nyaring. Tugas guru adalah menilai apakah yang dibisikkan tadi sudah sesuai atau belum. Jika belum sesuai, bisikan dapat diulangi, jika sudah sesuai bisikan dapat diganti dengan topik yang lain.
9. Mendengarkan Cerita Tujuan
Dalam kegiatan ini siswa dapat memaknai dengan cermat, cepat, dan tepat tentang cerita yang didengarnya. Siswa mendengarkan cerita yang diputar atau dilisankan. Kegiatan teknik pembelajaran ini dapat dilaksanakan secara persorangan maupun kelompok.
Alat yang digunakan : Kaset cerita dan tape recorder.
Cara pelaksanaan : (a) guru memberikan pengantar singkat tentang pelaksanaan teknik pembelajaran hari itu, (b) putarkanlah kaset cerita yang cocok dengan siswa, (c) siswa mendengarkan cerita yang diputar tersebut, (d) siswa secara berkelompok mengidentifikasikan cerita berdasarkan tempat, pelaku (siapa dengan siapa), waktu, tentang apa, mengapa, bagaimana, dan bermakna apa, (e) siswa mendiskusikan hasil identifikasi ke dalam kelompok, (f) siswa melaporkan hasil diskusi tersebut di depan kelas dan kelompok lain memberikan penilaian, (g) siswa menyimpulkan dan merefleksi pembelajaran yang mereka lakukan pada hari itu.
10. Mendengarkan Berantai Tujuan
Dalam kegiatan ini siswa dapat memahami informasi yang dibisikkan oleh temannya dengan cermat, cepat, dan tepat. Siswa mendengarkan informasi yang disampaikan teman kemudian menyampaikan informasi yang didengar ke teman sebelahnya secara berantai dalam kelompok. 
Alat yang digunakan: Catatan informasi singkat, panjang, dan tidak beraturan.
Cara pelaksanaan: (a) guru memberikan pengantar singkat tentang pelaksanaan teknik pembelajaran hari itu, (b) siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan anggota per kelompok sama jumlahnya, (c) siswa dalam kelompok diatur dengan berjajar ke samping atau ke belakang, (d) setelah posisi siswa sesuai dengan yang diharapkan, guru memanggil siswa yang paling depan atau paling kanan/kiri untuk membaca catatan informasi yang ditunjukkan guru secara rahasia, (e) siswa yang menerima informasi tersebut secara cepat membisikkan informasi ke teman belakangnya atau sampingnya (berdasarkan posisi kelompok), (f) secara berantai siswa membisikkan ke teman berikutnya secara bergantian, (g) siswa yang paling belakang mengucapkan dengan keras informasi yang diterimanya dari teman depannya, (h) siswa depan mencocokkan dengan informasi yang asli (i) berikutnya, guru dapat mengulang dengan informasi yang berjenis-jenis (beberapa informasi) ke dalam satu kelompok secara bertahap, (j) siswa menyimpulkan tentang kegiatan yang baru mereka laksanakan dan merefleksi pembelajaran yang mereka lakukan pada hari itu.

G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Murid Menyimak di Sekolah Dasar
Menurut Tarigan (1993: 48) bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi keefektifan kemampuan menyimak antara lain: 
1. Keterbatasan Sarana
Keterbatasan sarana yang dimaksudkan di sini adalah belum tersedianya buku-buku dan alat-alat lainnya yang memadai, kondisi ruangan belajar yang belum kondusif turut pula mempengaruhi pengajaran menyimak dan jumlah murid yang terlalu banyak di kelas serta masih kurangnya sekolah yang memiliki laboratorium bahasa.
2. Kebahasaan
Kendala utama di dalam pengajaran menyimak adalah faktor yang bersifat kebahasaan yaitu mulai dari mengenal bunyi di tingkat fonologis, kata, kalimat, dan ujaran wacana sampai kepada menangkap, menyimpan isi ujaran serta kemampuan menyimpan hasil simakan. Di samping faktor-faktor ini masih ada faktor lain misalnya tanda baca serta tanda-tanda suprasegmental antara lain; tekanan, aksen, jeda, dan intonasi yang juga merupakan masalah bagi murid, terutama di dalam mempelajari bahasa asing. 
3. Biologis
Murid yang pendengarannya kurang baik, karena mungkin ada organ-organ pendengarannya tidak berfungsi dengan baik, sudah pasti akan mengalami kesulitan dalam menyimak. 
Dengan demikian dalam pengelolaan kelas seorang guru harus jeli memerhatikan keadaan muridnya. Murid yang kurang tajam pendengarannya, sebaiknya didudukkan di bangku paling depan atau murid yang kurang baik pendengarannya di sebelah kiri jangan di tempatkan paling kanan ruangan kelas, demikian pula sebaliknya.
4. Lingkungan 
Lingkungan yang dimaksud di sini adalah di mana sekolah itu berada. Kalau lingkungan sekolah atau kelas itu penuh dengan suara kegaduhan, kebisingan, kehiruh-pikukan bunyi kendaraan lalu lintas di sekelilingnya, maka sudah pasti hasilnya tidak akan sebaik apabila pengajaran menyimak itu dilaksanakan di dalam suasana kondusif atau lingkungan yang tenang.
5. Guru
Guru yang penampilannya simpatik, terampil menyajikan materi pengajaran dan menguasai bahan pengajaran akan lebih berhasil di dalam mengajar menyimak daripada guru yang mempunyai sifat-sifat yang berlawanan dari sifat-sifat yang dikemukakan di atas. Jelasnya kemampuan professional berupa penguasaan bidang pengajaran yang disajikan, kemampuan personal berupa sikap mental atau akhlak pribadi yang terpuji, misalnya suka membantu murid, membimbing murid, memuji keberhasilan murid, menghargai hasil karya murid, bersifat bersahabat dengan murid serta mempunyai kemampuan sosial berupa pendekatan secara kemasyarakatan baik kepada murid-murid, maupun terhadap guru-guru lain dan juga orangtua murid. Kesemuanya ini akan turut menentukan keberhasilan pengajaran menyimak khususnya dan pengajaran-pengajaran lainnya di sekolah.
6. Metodologi yang Digunakan
Guru yang kurang menguasai sesuatu metode yang digunakannya pasti kurang berhasil di dalam mengajar, demikian pula guru yang hanya mengetahui dan menggunakan hanya satu metode, sudah barang tentu hasilnya akan kurang dibandingkan dengan guru yang menguasai dan menggunakan banyak metode mengajar menyimak yang lebih baik.
7. Kurikulum
 Kurikulum yang disusun dengan baik dan jelas, akan sangat membantu guru-guru dalam mengajar menyimak. Materi menyimak di dalam kurikulum yang tidak terlalu padat atau berbelit-belit dan diorganisasikan dengan baik akan memudahkan guru mengajar menyimak. Begitu pula tingkat kesulitan bahan pengajaran menyimak dalam kurikulum hendaknya disesuaikan dengan perkembangan murid, baik perkembangan kebahasaan maupun perkembangan kematangan psikologis. Bahan pengajaran yang terlalu sukar dapat memprustasikan murid dan sebaliknya bahan pengajaran yang terlalu mudah dapat membosankan murid. Tingkat kesukaran materi penyajian sebaiknya berada pada tingkat yang biasa, disebut teacheable (tingkat dapat diajarkan), artinya tingkat kesukaran dan kemudahannya sesuai dengan perkembangan kebahasaan dan psikologis murid. Dengan demikian pengajaran menyimak akan berhasil dengan baik.

H. Upaya Meningkatkan Kemampuan Murid Menyimak dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Untuk meningkatkan kemampuan menyimak pada murid sekolah sekolah dasar, ada beberapa teknik yang perlu ditempuh (Tarigan, 1993: 61) yaitu:
1. Teknik loci (Loci System)
Salah satu teknik mengingat yang paling tradisional adalah teknik loci. Teknik ini pada dasarnya memberikan cara mengingat pesan dengan memvisualisasikan dalam benak kita materi yang harus diingat.Teknik ini dilakukan dengan, mempelajari urutan informasi dengan informasi lain yang serupa, dengan mempelajari lokasi-lokasi yang ada disekitar kita dan mencocokan hal-hal yang akan diingat dengan lokasi-lokasi tersebut. 
2. Teknik penggabungan 
Teknik yang ke dua adalah teknik penggabungan (link system), teknik ini memberikan gagasan tentang cara mengingat,yaitu dengan menghubungkan (menggabungkan) pesan pertama yang akan diingat dengan pesan ke dua, ke tiga, dan seterusnya. Pesan berantai itu dihubungkan pula dengan imaji-imaji tertentu yang perlu anda visualkan secara jelas dalam pikiran. Untuk mencega terjadinya kelupaan pada pesan pertama (pesan yang akan dimata-rantaikan), anda pun perlu menghubungkan pesan pertama tersebut dengan lokasi yang akan mengingatkan anda pada item tadi. 
3. Teknik Fonetik 
Sistem lain yang lebih kompleks tetapi cukup efektif adalah  teknik fonetik atau phonetic system. Teknik ini melibatkan penggabungan angka-angka, bunyi-bunyi fonetis, dan kata-kata yang mewakili bilangan-bilangan tadi serta bunyi-bunyi, dengan pesan yang akan diingat.
4. Teknik pengelompokan kategorial 
Pengelompokan kategorial, yakni suatu teknik pengorganisasian yang dapat digunakan secara sistemtis untuk memodifikasikan informasi baru dengan cara memberikan struktur baru pada informasi-informasi tadi.
5. Teknik Pemenggalan 
Teknik ini memberikan cara mengingat pesan dengan cara memenggal pesan-pesan yang panjang.contohnya, Apabilah mendengar orang menyebutkan nomor telepon, misalnya 6651814, maka agar mudah mengingatnya kita memenggal, kelompok angka itu menjadi 665-18-14, atau 66-51-814 dan sebagainya. 
6. Konsentrasi 
Berkonsentrasi pada pesan yang dikirimkan oleh pembicara merupakan kesulitan utama yang dihadapi oleh pendengar. Karena seringnya berkomonikasi dalam rentang waktu yang terlalu lama, sehingga keadaan seperti ini menuntutnya untuk membagi-bagi energi untuk memperhatikan antara berbagai ragam rangsang dan tidak merespon pada satu rangsang saja. 
Pendengar akan lebih bertanggung jawab dan meningkatkan konsentrasinya dengan melatih perilaku (Sutari, 1998: 66)  sebagai berikut:
a. Jujur terhadap penutur apabila ia mempunyai kesulitan dalam menangkap pesan yang disampaikan; 
b. Membuat pertanyaan-pertanyaan pribadi agar lebih memperhatikan;
c. Melatih kebiasaan menuliskan pendapat orang lain pada sat penutur terlibat pembicaraan dengan pendengar lain 
d. Mendengar dengan tujuan untuk  berbagai pesan antara satu penutur dengan penutur lain .
e. Memperaktekkan/ melatih kemampuan pendengar.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa untuk meningkatkan konsentrasi, maka seseorang perlu mengembangkan sikap dan perilaku jujur terhadap penutur apabila ia mempunyai kesulitan dalam menangkap pesan yang disampaikan; membuat pertanyaan-pertanyaan pribadi agar lebih memperhatikan; melatih kebiasaan menuliskan pendapat orang lain pada sat penutur terlibat pembicaraan dengan pendengar lain; mendengar dengan tujuan untuk  berbagai pesan antara satu penutur dengan penutur lain;       dan memperaktekkan/ melatih kemampuan pendengar.

I. Teknik Paired Storytelling atau Cerita Berpasangan
Teknik  cerita berpasangan  merupakan salah satu teknik pembelajaran  cooperative learning, yang dikembangkan sebagai pendekatan  interaktif antara siswa, guru dan bahan pembelajaran.  Menurut Noor Fatirul (2008)  dikatakan bahwa teknik paired storytelling atau cerita berpasangan ini dapat digunakan dalam pelajaran membaca, menulis, menyimak, dan berbicara, atau dapat juga dengan menggabungkan kegiatan keempat keterampilan membaca, yaitu membaca menulis menyimak dan berbicara. 
Lebih lanjut dikatakan bahwa teknik  paired storytelling atau cerita berpasangan  bisa  pula digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial, agama, dan bahasa. Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang bersifat naratif dan deskriptif. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan dipakainya bahanbahan yang lainnya. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna.  Dalam kegiatan ini, siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi. Buah pemikiran mereka akan dihargai, sehingga siswa merasa makin terdorong untuk belajar.  Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Bercerita Berpasangan bisa digunakan  untuk semua tingkatan usia anak didik.
Teknik  paired storytelling atau  cerita berpasangan  merupakan teknik yang memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata  agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna.  Dalam kegiatan ini, siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi. Buah pemikiran mereka akan dihargai, sehingga siswa merasa makin terdorong untuk belajar. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Teknik cerita berpasangan bisa digunakan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Prosedur teknik cerita berpasangan  sebagai berikut.
1. Siswa dibagi menjadi dua kelompok. kelompok pertama  dan  kelompok kedua.
2. Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru melakukan  brainstroming  mengenai topik yang akan disampaikan hari ini.
3. Guru membagi satu bahan cerita menjadi dua bagian, (bagian pertama dan  kedua).
4. Bagian pertama cerita diberikan kepada pembaca kelompok  pertama, sedangkan pembaca kelompok kedua menerima bagian cerita yang kedua.
5. Salah seorang pembaca dari kelompok pertama membacakan cerita bagian pertama, sedangkan kelompok kedua menyimak dengan menuliskan kata atau frase kunci. Setelah itu, salah seorang pembaca dalam kelompok kedua membacakan cerita bagian kedua, sedangkan kelompok pertama menyimak dengan menuliskan kata atau frase kunci pula.
6. Setelah cerita bagian pertama dan cerita bagian kedua selesai dibacakan oleh pembaca tiap-tiap kelompok, kemudian kata atau frase kunci yang telah mereka buat, saling ditukarkan antarkelompok dengan berpasangan.
7. Setelah semua kata atau frase kunci setiap bagian cerita dicatat, tiap-tiap siswa menceritakan kembali cerita yang mereka simak berdasarkan kata atau frase kunci yang mereka catat.
8. Setelah cerita  selesai dibuat oleh para siswa, kemudian mereka menjawab soal-soal yang berhubungan dengan cerita yang telah mereka simak, yang dibuat oleh guru dengan teknik 5W+1H.
9. Selanjutnya, siswa mengumpulkan jawaban soal dan cerita yang telah mereka susun.
10. Guru memanggil nama beberapa siswa untuk membacakan hasil ceritanya di depan kelas, sambil membagikan cerita lengkap kepada tiap-tiap siswa. 
11. Kegiatan diakhiri dengan diskusi mengenai soal-soal yang telah para siswa kerjakan.

Teknik  paired  storytelling atau cerita berpasangan menggabungkan teknik pembelajaran keterampilan menyimak yang lain, yaitu teknik identifikasi kata kunci, teknik merangkum,  dan teknik menjawab pertanyaan 5W +1H. Teknik-teknik lain yang dapat digunakan dalam pembelajaran keterampilan menyimak menurut Tarigan D.& H.G. Tarigan (1987:82) adalah: dengar-ulang ucap, dengar-tulis atau dikte, dengar kerjakan dengar-terka, memperluas kalimat, menemukan benda, bisik berantai menyelesaikan cerita, identifikasi kata kunci, identifikasi kalimat topik, merangkum,  parafrase, dan menjawab pertanyaan 5W+1H.










Contoh lain penilaian untuk menyimak

Lampiran Wacana:
Si Jampang Robin Hood dari Betawi
Selain Si Pitung, Betawi juga memiliki pendekar legendaris yang dijuluki “Robin Hood” dari betawi. Bayi yang masih merah itu lahir dan menangis keras sekali. “Syukur anak pertamaku sudah lahir,” kata ayahnya dengan gembira. Setelah seminggu, anak itu ditimang-timang. Ibunya memperhatikan dengan khawatir.
Atas persetujuan mereka, setelah berdebat ramai, bayi yang berumur seminggu itu diberi nama si Jampang. Bayi itu tumbuh menjadi seorang pemuda yang benar-benar gagah, tampan, alukan silatnya, dan pandai memainkan golok. Di pesta-pesta keramaian selalu menjadi incaran perempuan. Setelah akil balig dia dinikahkan. Selanjutnya, si Jampang dengan keluarganya tinggai di Grogol, Depok.
Sayang, istrinya yang berasal dari Kebayoran Lama itu tidak berumur panjang. Sejak itu, Jampang hanya hidup dengan anak laki satu-satunya. Anak ini dikenal dengan nama Jampang muda. Dia tumbuh pula menjadi seorang anak muda yang tampan seperti ayahnya. Kadang-kadang saja dia pulang menemui ayahnya karena dia lebih senang tinggal di pesantren dengan kawan-kawannya. Pada saat jampang muda pulang ke rumah, ayahnya bertanya maksud kedatangannya.
“Tong, kamu harus lebih baik dari ayahmu. Jadi orang yang terpandang dan dihormati. Ke mana-mana diundang untuk memberikan ceramah agama. Siapa yang bangga kalau bukan ayahmu ini?”
“Tapi ayah juga harus tidak bikin malu lagi. Yang alim, Yah, seperti biasanya orang-orang Banten. Masak kerja Ayah tiap hari merampok terus? Tidak bosan dikejar-kejar polisi? Di pesantren sudah dibicarakan orang terus. Meskipun tidak terus terang di telinga saya, tetapi darah saya mendidih. Bukan lantaran marah, tetapi malu sekali, Yah.”
“Kamu tidak perlu memberi nasihat kepada Ayah. Kamu masih anak kemarin, Tong. Sebenarnya kamu pulang punya maksud apa?” tanya ayahnya. Jampang muda hanya tersenyum, tidak berkata apa pun.
“Saya tidak mau mengaji lagi, Yah.”
“Payah, kamu Tong. Tadi memberi nasihat seperti kiai, sekarang tidak mau mengaji lagi. Kamu mau jadi apa? Mau jadi tukang pukul seperti ayahmu ini?”
Si Jampang muda menggelengkan kepala, “Pikiranmu cepat sekali berubah, Tong. Kamu tidak mau sekolah? Lalu? Kalau kamu tidak mau sekolah, lebih balk nikah saja.” Anaknya kaget.
“Saya tidak mau menikah, Yah. Lebih baik sekolah saja. Kalau Ayah mau menikah lagi saya tidak melarang.”
“Ha ha ha,” Jampang tertawa terbahak-bahak, “kalau kamu mau ibu lagi, nanti Ayah carikan.”
Jampang mempunyai seorang kawan di Tambun, bernama Sarba. Di rumah Sarba ini Jampang meneriakkan salam, “Assalamualaikum.”
“Alaikum salam,” jawab orang yang diberi salam dari dalam rumah. Ternyata yang muncul adalah Ciput, pembantu Pak Sarba.
“Pak Sarba ada?” tanya Jampang.
Ciput menjawab sedih, bahwa Pak Sarba sudah meninggal dunia.
“Kasihan, ya,” kata Jampang menyesal.
“Jadi, Mayangsari menjanda, Put?”
Ciput menganggukkan kepala.
Jampang teringat Sarba. Sahabatnya ini orang balk. la mengenalnya sejak kanak-kanak, sama-sama dari Banten. Lalu, menikah ban punya anak bernama si
Abdih. Anak lelaki juga seumur Jampang muda. Tidak lama kemudian Mayangsari keluar dari kamarnya. Melihat sahabat suaminya datang, dia jadi sedih. Dia mengulang cerita tentang Sarba yang sudah lama meninggal dunia.
“Waktu itu Bang Sarba sakit apa Mayang, kok saya tidak diberitahu?”
“Ceritanya panjang sekali, Jampang. Ketika abangmu belum punya anak, kita berdua pernah pergi ke Gunung Kepuh Batu. Ziarah ke makam sambil memohon agar diberi anak. Juru kuncinya bernama Pak Samat, menerima kedatangan kita berdua. Pak Samat membaca doa dan mantra sambil membakar kemenyan hingga keluar setan dari makam itu. Abangmu bertanya kepada setan itu. Apakah saya bisa punya anak? Setan itu manggut-manggut. Bang Sarba senang sekali mendengar akan dapat anak lelaki. Lalu dia janji, kalau sudah lahir jabang bayi, dia akan bawa sepasang kerbau ke makam Gunung Kepuh Batu! Selanjutnya, saya dan abangmu pulang. Beberapa bulan kemudian saya mengandung. Kemudian, lahir anak laki-laki, itulah si Abdih. Saat berumur lima betas tahun, dia ingin sekolah, Tetapi, abangmu bingung karena sulit hidup. Lalu, abangmu mengajak saya dan Abdih ke Betawi. Abangmu mau menenteramkan hati saya dan anak lelakinya. Di sini abangmu sakit, lalu meninggal. Menurut dukun lantaran dia lupa janjinya dulu.”
Jampang termangu-mangu.
Setelah mendengar itu, jampang meminta Mayangsari untuk menikah dengannya. Mayagsari marah besar.
“Jangan bicara sembarangan. Jampang!” Mayangsari mulai marah. “Meskipun saya janda dan tidak punya suami lagi, tetapi tidak bisa sembarangan orang menghina. Kalau kamu ingin menikah, nikahlah, urus sendiri dirimu. Mau cari janda, perawan, atau banci, itu urusanmu, tetapi jangan dengan saya. Tidak akan pantas!”
Di jalan, Jampang bertemu Ciput.
“Saya malu sekali, Put!” Jampang menceritakan sedikit pengalamannya dengan Mayangsari. “Padahal saya senang sekali dengan Mayang. Dia masih cantik. Bekas istri teman sendiri. Apa salahnya? Itu tandanya mengbormati kawan yang sudab almarhum, tetapi tiba-tiba dia marah besar. Kalau dia menikah dengan saya hartanya tidak akan pergi kemanamana. Setuju, Put’?”
Pembantu perempuan yang tidak pernah lepas dari Mayangsari itu dibujuk Jampang.
Jampang berjalan lesu. Untuk mendapat kesenangan memang harus bekerja keras. Juga untuk mendapatkan perempuan secantik Mayangsari. Umur Mayangsari masih sekitar tiga puluh tahun. Jampang menuju rumah Sarpin, keponakannya, kebetulan ada di rumab.
“Saya perlu seorang dukun, Pin,” katanya kepada Sarpin.
Sarpin heran. “Buat apa, Mang?”
Jampang lalu menceritakan kembali pengalamannya dengan Mayangsari.
Malam itu juga mereka pergi. Mereka berjalan membawa dua obor. Satu di tangan Jampang dan satu di tangan Sarpin. Pakaian mereka hitam-hitam. Golok terselip di pinggang. Di leher terkalung sarung sebagai penahan dingin udara malam. Mereka berjalan melewati pematang-pematang sawah dan menerobos kebun-kebun orang, serta melewati kuburan yang sepi. Obor mereka terus menyala. Sering obor itu ditunggingkan ke bawah, agar minyaknya turun ke api sebingga nyala api lebib besar. Akhirnya, sampailah mereka di rumah Pak Dul, dukun kampung Gabus yang terkenal.
“Saya minta guna-guna, Dukun, agar Mayangsari tergila-gila kepada saya,” kata Jampang terus terang tanpa malu-malu.
Jampang juga menyerahkan salam tempel ke tangan Pak Dul. Dengan gembira dukun memasukkan isi salam itu ke dalam kantong bajunya. Dia baca jampi-jampi. Mulutnya komat-kamit. Tidak lama kemudian Jampang diberi guna-guna. Sebelumnya, Jampang diberi tahu cara penggunaannya. Lalu, Jampang dan Sarpin pulang tergesa-gesa.
Abdih, anak Mayangsari mengetahui bahwa ibunya telah diguna-guna oleh Si Jampang, lalu ia marah besar. Ia membawa ibunya ke dukun yang didatangi Si Jampang untuk menyembuhkan ibunya, kemudian ibunya sadar, dan tidak terpengaruh lagi oleh guna-guna Si Jampang.
Sesudah itu Abdih mencari Jampang. Dia marah sekali.
“Bisa atau tidak bisa, saya barus menikab dengan Ibumu, Abdib,” kata Jampang menegaskan.
“Saya tidak melarang, Mang Jampang,” jawab Abdih yang ketakutan juga, “tetapi ada syaratnya, Mang barus menyerahkan sepasang kerbau sebagai emas kawinnya.”
“Saya tidak keberatan, Abdib. Saya akan usahakan.”
Abdib pulang menyampaikan kesanggupan Jampang kepada ibunya.
Dari mana dapat kerbau sepasang? Kerbau sepasang tidak gampang, pikir Jampang. Namun, dia segera ingat Haji Saud di Tambun. Dia kaya sekali. Sawahnya luas. Kerbau dua ekor belum apa-apa. Ke tempat itulah, Jampang dan Sarpin perqi merampok dengan mudah. Ketika dia dengan Sarpin akan ke luar dari pintu desa, sekawanan polisi sudah mengepung. Mereka menunjukkan laras-laras senapan ke arab Jampang dan Sarpin. Tertangkaplah Jampang. Jampang pun tidak bisa melakukan perlawanan.
Orang-orang kaya, tuan-tuan tanah, serta pejabat pemerintah jajahan merasa gembira melihat Jampang telab dipenjara. Sebaliknya, rakyat kecil, para petani, dan mereka yang menderita amat sedih. Jampang tidak sekadar merampok. Boleh dikata dia sebagai penolong rakyat kecil. Mereka sering mendapat pembagian hasil rampokan dari orang-orang kaya dan tuan-tuan tanah yang tamak. Rakyat kecil itu makin sedih ketika mendengar bahwa Jampang telab mendapat hukuman mati di Betawi.

PENILAIAN 
Penilaian dilakukan dengan memberikan tugas. Untuk soal menentukan unsur-unsur intrinsik dalam cerita rakyat, sebelumnya guru membacakan teks cerita rakyat berjudul “Si Jampang Robin Hood dari Betawi”, kemudian meminta peserta didik mencatat pada buku tulisnya, hal-hal yang dianggap penting dalam cerita rakyat “Si Jampang Robin Hood dari Betawi”. Setelah itu, sebagai tugas, peserta didik diminta untuk menentukan unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita rakyat “Si Jampang Robin Hood dari Betawi”.



Penilaian
1. Unsur-unsur intrinsik:
a. Tokoh adalah Individu yang berperan dalam cerita, yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita.
b. Tema adalah pokok pikiran atau pembicaraan dalam sebuah cerita yang hendak disampaikan pengarang melalui jalinan cerita.
c. Plot / Alur adalah jalan cerita atau rangkaian peristiwa yang disusun berdasarkan hubungan yang menunjukkan sebab akibat.
d. Gaya Bahasa adalah cara khas seorang pengarang dalam mengungkapkan ide, gagasannya malalui cerita.
e. Sudut pandang  yaitu posisi pengarang dalam membawakan cerita.
f. Amanat yaitu pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya kepada pembaca atau pendengar. 
g. Latar / Setting adalah tempat, waktu, suasana yang terdapat dalam cerita. 

2. Unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam cerita rakyat “Si Jampang Robin Hood dari Betawi”
a. Tokoh Utama: Si Jampang
Tokoh Antagonis: Orang kaya, tuan tanah, dan pejabat, Abdih (anak Mayangsari)
Tokoh Tirtagonis: Jampang muda, Ciput (pembantu Mayangsari), Sarpin (keponakan Si Jampang).
Tokoh pembantu / peran pembantu / figuran: Orang tua Jampang, Mayangsari, istri Jampang, rakyat kecil.
b. Tema:
c. Alur maju: berawal dari perkenalam tokoh “Si Jampang” sampai pada puncak permasalahan ketika si Jampang akan menikahi Mayangsari hingga Si Jampang tertangkap dan tewas ditembaki oleh polisi.
d. Sudut Pandang: orang ketiga serba tahu.
e. Amanat: Jika kita memiliki kemampuan, kita harus menolong rakyat kecil dan orang yang lemah. Jika kita suka menolong rakyat kecil, maka kita akan dicintai oleh masyarakat. Tetapi kita tidak boleh melanggar hukum yang berlaku, seperti mencuri, karena walaupun niat kita baik, kita tetap saja akan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.
f. Latar: Suatu hari di daerah Grogol, Depok.

Tabel Penilaian Skala Sikap



Daftar Pustaka
Rofi’uddin, dkk. 1998. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi.jakarta. Depdikbud.
Tarigan, Djago. 1991. Pendidikan Bahasa Indonesia I PPDG2231/4 SKS Buku I Modul 1-6.
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Yamin, H. Martinis.2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta:Gaung Persada Press Jakarta.
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Comments